TOBA Raup Pendapatan USD288,17 Juta di Kuartal III-2025
TBS Energi Utama (TOBA) meraup pendapatan sebesar USD288,17 juta hingga September 2025, dengan pendapatan segmen pengelolaan limbah senilai USD111,92 juta.
IDXChannel — PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) meraup pendapatan sebesar USD288,17 juta hingga September 2025, dengan pendapatan segmen pengelolaan limbah senilai USD111,92 juta.
Segmen ini menyumbang 39 persen dari total pendapatan dan 88 persen terhadap adjusted EBITDA. Sebagai perbandingan, pada Semester I-2025, segmen pengolahan limbah berkontribusi 35 persen dari total pendapatan.
Dalam keterangan pers Kamis (30/10/2025), perseroan juga membukukan adjusted EBITDA sebesar USD31,8 juta. Hal ini menunjukan ketahanan bisnis TBS dalam masa transisi dari bisnis batubara menuju portofolio hijau.
Secara kuartalan, adjusted EBITDA khusus kuartal III/2025 tercatat USD11 juta atau setara dengan Rp181,5 miliar (kurs USD 1 = Rp16.500). Bila dibandingkan dengan kuartal II-2025, adjusted EBITDA TOBA meningkat lebih dari dua kali lipat secara kuartalan.
Analis Ajaib Sekuritas, Rizal Rafly, menilai analisa terhadap laporan keuangan TOBA memang lebih baik dilihat secara kuartalan karena perusahaan ini mengalami transformasi dengan melepas bisnis PLTU pada Semester I-2025 lalu.
"Transformasi ini mengakibatkan tidak apple to apple bila membandingkan kinerja secara year on year karena yang didivestasi adalah bisnis yang pendapatannya sudah mature, sementara bisnis baru yang fokus pada sustainability masih berpeluang untuk berkembang baik dari sisi kapasitas hingga pendapatan," ujarnya dalam rilis Kamis (30/10/2025).
Rafly menilai dengan parameter adjusted EBITDA dipakai karena merupakan salah satu proxy terdekat untuk mencapai laba bersih. Pasalnya, TOBA masih mencatatkan rugi bersih USD128 juta, yang sebagian besar bersifat non-kas karena utamanya terkait dengan penyesuaian akuntansi divestasi dua PLTU serta biaya akuisisi bisnis pengelolaan limbah.
Komponen utama rugi non-kas berasal dari pencatatan kerugian divestasi dua proyek PLTU, yakni Minahasa Cahaya Lestari (MCL) dan Gorontalo Listrik Perdana (GLP), dengan total mencapai USD96,9 juta.
Berdasarkan ketentuan PSAK yang berlaku untuk proyek Independent Power Producer (IPP) dengan skema Build-Own-Operate-Transfer (BOOT), nilai aset yang diakui sebelumnya mencerminkan pendapatan masa depan yang belum direalisasi.
"Jika faktor non-berulang dan kinerja bisnis pertambangan batubara dikeluarkan, keuntungan bersih inti terkendali di sekitar USD1,8 juta. Hal ini menunjukkan momentum positif dari transformasi bisnis yang sedang berjalan," ujarnya.
Segmen pengolahan limbah ini dilakukan melalui tiga anak usaha dari TOBA, yakni CORA Environment yang merupakan transformasi dari Sembcorp Environment, Asia Medical Enviro Services (AMES) dan ARAH Environmental. Unit bisnis ini kini mengelola lebih dari 1 juta ton limbah per tahun serta tengah menyiapkan investasi lebih dari USD200 juta untuk ekspansi regional lima tahun ke depan.
Di sisi lain, Electrum, perusahaan joint venture kendaraan listrik TBS, terus memperluas jaringan. Hingga September, lebih dari 6.400 motor listrik telah beroperasi, meningkat 100 persen secara year on year. Saat ini terdapat dukungan 364 stasiun penukaran baterai, meningkat 54 persen secara year on year. Segmen EV melaporkan pendapatan USD5,84 juta pada periode hingga September 2025.
Kontribusi pendapatan TOBA lainnya berasal dari coal mining dan coal trading dengan masing-masing senilai USD68,89 juta dan US$81,83 juta. Kedua bisnis ini merupakan tergolong bisnis masa lalu dari TOBA.
Dari sisi energi baru dan terbarukan, TOBA telah mengembangkan PLTMH Sumber Jaya dengan kapasitas 6 MW sudah beroperasi sejak awal 2025. Berikutnya TOBA juga mengembangkan PLTS Terapung Tembesi Batam dengan kapasitas 46 MWp tengah dalam tahap konstruksi dengan target COD pada pertengahan 2026.
Rafly menilai bahwa dari sisi top line hingga adjusted EBITDA menunjukan bahwa model bisnis baru TOBA sudah mulai menghasilkan nilai ekonomi yang nyata. Bahkan, lanjutnya, transisi ke portofolio hijau membuat kinerja TOBA lebih resilien terhadap volatilitas harga komoditas, yang sering dialami oleh perusahaan batu bara.
"Pilar pengelolaan limbah kini menjadi jangkar profitabilitas baru TBS. Prospek bisnis ini jangka panjangnya jauh lebih stabil dan sejalan dengan arah kebijakan pemerintah terkait ekonomi hijau," ujarnya.
Dia memprediksi ekspansi bisnis pengolahan limbah TOBA akan lebih banyak diarahkan ke regional Asia Tenggara. Hal ini disebabkan karena beberapa negara lain lebih siap mengadopsi bisnis pengolahan limbah berkat dukungan regulasi serta dukungan lainnya seperti ekosistem.
"Tentunya mereka juga bisa ekspansi di Indonesia karena telah memiliki teknologi, keahlian, dan lain-lain. Namun, ekspansi ke negara lain di regional juga tak kalah menarik," ujarnya.
(kunthi fahmar sandy)
 
                                 
                                 
                                