MARKET NEWS

Valuasi Saham IPO Cinema XXI (CNMA) Mahal, Beli atau Tunggu?

TIM RISET IDX CHANNEL 28/07/2023 12:52 WIB

Bagaimana valuasi saham emiten perusahaan operator jaringan bioskop terbesar di Indonesia Cinema XXI PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk (CNMA)?

Valuasi Saham IPO Cinema XXI (CNMA) Mahal, Beli atau Tunggu? (Foto: Cinema XXI)

IDXChannel – Perusahaan operator jaringan bioskop terbesar di Indonesia Cinema XXI PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk (CNMA) tengah dalam proses penawaran saham perdana (initial public offering/IPO). Bagaimana valuasi saham emiten ini?

Perseroan saat ini tengah memasuki masa penawaran saham perdana atau IPO hingga 31 Juli mendatang. CNMA mematok harga IPO Rp270 per saham.

Nusantara Sejahtera selanjutnya siap melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2 Agustus 2023.

Dalam IPO ini, perseroan menawarkan sebanyak 8,33 miliar saham atau 10,00% dari modal ditempatkan dan disetor.

Dengan demikian, perseroan mengincar dana segar sebesar Rp2,25 triliun dari gelaran IPO ini.

Secara kinerja keuangan, total pendapatan Cinema XXI meningkat 243,8% menjadi Rp4,40 triliun pada 2022 dari Rp1,28 triliun pada 2021.

Peningkatan tersebut disebabkan oleh kenaikan pendapatan yang dihasilkan oleh kegiatan usaha bioskop, makanan dan minuman, iklan, dan lain-lain.

Peningkatan total pendapatan CNMA pada 2022 dibandingkan pada 2021 sebagian besar mencerminkan kondisi kegiatan usaha yang mulai pulih setelah pelonggaran aturan PPKM terkait COVID-19.

Pendapatan bioskop mencapai Rp2,7 triliun pada 2022 atau setara dengan 61,4 persen dari total pendapatan perusahaan. Kemudian, bisnis makanan & minuman (F&B) berkontribusi Rp1,4 triliun atau 32,5 persen dari total pendapatan CNMA. Sisanya, disumbang oleh bisnis penunjang lainnya.

Seiring dengan pendapatan yang tumbuh tinggi usai lesu kala pagebluk, CNMA sukses membukukan laba bersih Rp504,53 miliar pada 2022 dari rugi bersih Rp365,80 miliar pada tahun sebelumnya.

Sedangkan, pendapatan bersih CNMA selama kuartal I-2023 mencapai Rp883,25 miliar naik 38,9 persen secara tahunan. Namun, seiring beban operasi membengkak menjadi Rp886,64 miliar dari periode kuartal I 2022 yang sebesar Rp662,82 miliar, CNMA menderita rugi bersih Rp25,56 miliar.

Kerugian kuartal I 2023 tersebut lebih kecil dibandingkan rugi bersih pada 3 bulan pertama 2022 yang sebesar Rp47,61 miliar.

Dari posisi neraca, total aset CNMA Rp6,76 triliun per 31 Desember 2022, dengan total liabilitas Rp4,11 triliun dan total ekuitas Rp2,65 triliun.

Ini artinya rasio debt-to equity (DER) CNMA mencapai 1,5 kali, angka yang sudah di atas rule of thumb 1 kali. Sedangkan, soal rasio likuiditas, current ratio atawa rasio lancar CNMA berada di posisi 0,9 kali, masih mendekati angka ideal 1 kali.

Menyoal Valuasi

Dengan harga penawaran Rp270 per saham dan potensi dana IPO Rp2,25 triliun, CMNA berpotensi memiliki kapitalisasi pasar (market cap) yang tergolong besar, yakni Rp22,5 triliun.

Menggunakan metrik multiples price-to earnings ratio (P/E ratio) atau harga saham dibandingkan dengan laba per saham (EPS) perusahaan, saham CMNA tergolong dibanderol dengan valuasi mahal, yakni 44,60 kali. Angka tersebut di atas aturan praktis 10-15 kali.

Demikian pula, rasio harga saham dibandingkan dengan nilai buku (plus potensi dana IPO yang akan diraup) perusahaan alias price-to book value (PBV) CNMA yang mencapai 4,59 kali, jauh di atas rule of thumb 1 kali. (Lihat tabel di bawah ini.)

Dengan mempertimbangkan valuasi yang mahal atawa overvalued, mengoleksi saham CNMA saat IPO dan menyimpannya dalam jangka panjang bukan pilihan yang efektif.

Apabila tetap berminat, melakukan jual-beli saham tersebut dalam waktu singkat bisa menjadi alternatif yang mungkin menarik, walaupun tetap memiliki risiko lantaran valuasi yang tinggi seperti disebutkan di atas.

Menunggu valuasi menjadi murah sembari menyimak kelanjutan pemulihan kinerja CNMA akan menjadi pilihan yang bagus.

Masa Depan Bioskop

Industri bioskop di Indonesia menjanjikan pertumbuhan yang cerah berkat dukungan berbagai faktor pendorong makroekonomi dan demografi yang kuat.

Salah satunya, sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran konsumsi, termasuk untuk hiburan seperti menonton film di bioskop.

Selain itu, munculnya kota-kota Tier 2 dan Tier 3 sebagai pusat pertumbuhan masa depan memberikan peluang baru bagi industri bioskop untuk menjangkau lebih banyak penonton.

Demografi penduduk Indonesia yang besar dan beragam juga mendukung perkembangan industri bioskop. Budaya menonton film yang kuat diakui sebagai pilihan hiburan efektif dan terjangkau bagi masyarakat.

Peningkatan adopsi layanan dan teknologi digital, seperti pemesanan tiket online, turut meningkatkan kenyamanan dan aksesibilitas dalam menikmati film di bioskop.

Tidak hanya itu, beberapa faktor lain seperti potensi pertumbuhan yang besar, industri film domestik yang menarik, pembangunan pusat perbelanjaan yang meningkat, dan lingkungan regulasi industri yang mendukung, juga mendukung industri bioskop di Indonesia.

Pasar bioskop di Indonesia juga masih sangat minim penonton, sehingga masih memiliki potensi untuk tumbuh lebih besar.

Mengutip prospektus IPO CNMA, dalam estimasi per 2022, Indonesia memiliki 7,6 layar bioskop per satu juta penduduk.

Jumlah ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat (133,1), Inggris (72,6), dan Tiongkok (47,3).

Bahkan dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia (42,9), Singapura (58,5), Filipina (6,6), dan Thailand (12,9), serta negara-negara berkembang seperti Brasil (15,2), Meksiko (58,5), dan Rusia (37,6), Indonesia masih memiliki jumlah layar yang rendah.

Meskipun terjadi peningkatan penetrasi layar di Indonesia dari 5,8 pada tahun 2017 menjadi 7,6 pada 2022, tetapi masyarakat masih dianggap belum terlayani secara optimal. Hal ini menunjukkan adanya potensi pertumbuhan yang signifikan dalam pasokan layar bioskop di Indonesia.

Namun, bisnis bioskop juga menghadapi risiko. Pandemi COVID-19 telah mengganggu operasional bisnis bioskop dan berdampak pada penurunan kunjungan dan pendapatan.

Selain itu, persaingan dari saluran distribusi alternatif seperti platform streaming bisa mempengaruhi jumlah penonton dan pendapatan bioskop.

Perjanjian sewa properti, kondisi ekonomi global dan lokal, kualitas dan performa film, serta strategi bisnis dan manajemen yang kurang efektif juga menjadi risiko yang perlu diperhatikan. Perubahan pada pasar properti juga bisa berdampak negatif terhadap pertumbuhan industri bioskop.

Meskipun ada risiko, potensi pertumbuhan industri bioskop di Indonesia tetap menjanjikan dengan dukungan faktor pendorong positif yang kuat. Dengan manajemen yang baik, adaptasi terhadap perubahan pasar, dan upaya inovasi, industri bioskop di Indonesia dapat terus berkembang dan memberikan hiburan yang menarik bagi masyarakat.

Soal Cinema XXI

Pada 1988, Cinema XXI didirikan dan sejak itu telah menjadi operator bioskop terkemuka yang menyajikan pengalaman menonton film berkualitas bagi penonton dan penggemar film di berbagai kota di Indonesia.

Selama perjalanan perkembangannya, Cinema XXI berhasil mencatat beberapa prestasi penting dengan berbagai inovasi layanan, seperti penawaran teater Regular/Deluxe, The Premiere, dan IMAX, serta beragam produk F&B dan opsi iklan bagi pelanggan Cinema XXI.

Cinema XXI memiliki beberapa kegiatan usaha utama, termasuk kegiatan penjualan tiket bioskop melalui loket fisik di bioskop atau secara daring melalui platform m.tix dan TIX.ID.

Selain itu, mereka juga menjual makanan dan minuman melalui gerai XXI Café, The Premiere Café, XXI Lounge, gerai restoran Hello Sunday, dan gerai XXI Café Box, serta menawarkan sistem pemesanan makanan secara daring melalui m.food dan melalui platform pihak ketiga seperti Shopeefood, Grabfood, dan Gofood.

Cinema XXI juga berperan dalam pemasangan iklan di layar teater di lokasi bioskop, papan iklan digital, dan situs web, serta menyelenggarakan berbagai acara promosi.

Sebagai operator jejaring bioskop terbesar di Indonesia, Cinema XXI berhasil mencatat prestasi dalam hal pendapatan gross box office, jumlah penonton, dan jumlah layar, dengan pangsa pasar masing-masing mencapai 69,7%, 68,8%, dan 57,7% per tanggal 31 Desember 2021, menurut Euromonitor.

Pada 31 Desember 2022, Cinema XXI mengoperasikan total 225 bioskop dengan 1.216 layar di 55 kota di seluruh Indonesia.

Sejak debutnya di industri pemutaran film pada akhir tahun 1980-an, Cinema XXI telah berhasil memposisikan diri sebagai operator bioskop terkemuka yang melayani para penggemar film di berbagai kota di Indonesia. (ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE