Wall Street Ditutup Menguat Jelang The Fed Pangkas Suku Bunga
Wall Street ditutup variatif cenderung menguat pada perdagangan Senin (16/9) waktu setempat.
IDXChannel - Wall Street ditutup variatif cenderung menguat pada perdagangan Senin (16/9) waktu setempat. Pelaku pasar bersiap menghadapi keputusan The Fed pekan ini.
Dow Jones Industrial Average (.DJI) naik 228,30 poin atau 0,55 persen menjadi 41.622,08, S&P 500 (.SPX) menguat 7,07 poin atau 0,13 persen menjadi 5.633,09. Sementara Nasdaq Composite (.IXIC) turun 91,85 poin atau 0,52 persen ke 17.592,13.
Investor menilai The Fed berpotensi memangkas suku bunga besar-besaran pada pekan ini, sehingga menyebabkan penurunan pada saham-saham teknologi raksasa.
Saham Apple terpangkas 2,78 persen setelah seorang analis di TF International Securities mengatakan permintaan untuk model iPhone 16 terbarunya lebih rendah dari yang diharapkan.
Pun dengan saham produsen chip Nvidia turun 1,95 persen karena kekhawatiran permintaan, dan saham Micron Tech jatuh 4,43 persen.
Investor bersiap untuk dimulainya siklus pemotongan suku bunga The Fed. Menjelang keputusan Fed, para ahli strategi dari Morgan Stanley hingga Goldman Sachs Group Inc. dan JPMorgan Chase & Co mengatakan, besarnya pemangkasan tersebut kurang relevan bagi saham dibandingkan kesehatan ekonomi AS.
"Kami akan mengalami semacam pemotongan suku bunga minggu ini tanpa adanya bencana alam," kata Callie Cox dari Ritholtz Wealth Management, dikutip dari Bloomberg, Selasa (17/9) waktu Jakarta.
"Dampak ekonomi dari satu kali pemotongan suku bunga, terlepas dari apakah itu 25 atau 50 basis poin, kemungkinan tidak akan signifikan. Jalur dan tingkat pemotongan selama satu tahun ke depan atau lebih adalah yang paling penting," kata dia.
Likuiditas dan kondisi ekonomi akan menentukan reaksi pasar saham terhadap pemotongan suku bunga, menurut para ahli strategi JPMorgan Chase & Co yang dipimpin oleh Mislav Matejka.
Mereka merekomendasikan untuk tetap bersikap defensif dan mengharapkan saham-saham berkapitalisasi kecil untuk mendapatkan keuntungan dari penurunan imbal hasil obligasi yang berkelanjutan.
"Jika lapangan kerja menguat, serangkaian pengurangan 25 basis poin hingga pertengahan 2025 dapat lebih menopang valuasi saham," katanya.
(Fiki Ariyanti)