Wall Street Menanti Data Inflasi, Suku Bunga AS Masih Bikin Cemas
Wall Street akan menyambut sejumlah data makroekonomi pada pekan depan, termasuk inflasi produsen dan konsumen Amerika Serikat.
IDXChannel - Wall Street akan menyambut sejumlah data makroekonomi pada pekan depan, termasuk inflasi produsen dan konsumen Amerika Serikat. Lonjakan harga dikhawatirkan bakal membuat ekspektasi suku bunga memanas, yang pada akhirnya memicu kekhawatiran resesi.
Pengamat menilai geliat pasar tenaga kerja yang cukup kuat dapat mendorong inflasi, sekaligus berpotensi menahan laju suku bunga untuk jangka waktu yang lama.
“Risikonya memang bank sentral melakukan pengetatan terlalu sedikit. Ukuran keberhasilan mereka itu bukan untuk menghindari resesi, tetapi mengembalikkan inflasi sesuai target, ” tulis para ekonom yang dipimpin oleh Ethan Harris dalam laporan BofA Global Research, dilansir Associated Press, Minggu (12/2/2023).
Beberapa saham megacaps sempat reli pada Januari lalu. Harapan bahwa ekonomi negeri Paman Sam dapat terhindar dari resesi mengemuka lantaran inflasi mulai melandai.
Namun, laju suku bunga yang tak kunjung berakhir mendorong kenaikan imbal hasil atau yield surat utang negara alias treasury, sehingga menekan daya pikat investor terhadap aset berisiko, seperti saham.
Chief Investment Strategist BMO Wealth Management, Yung-Yu Ma mewaspadai adanya kenaikan inflasi ketika pertumbuhan upah pekerja masih terlalu tinggi. Ini dinilai dapat menjadi alasan The Fed untuk tetap melanjutkan pengetatan moneternya.
"The Fed hanya peduli soal inflasi yang rendah. Jika itu terjadi, maka narasinya akan berubah," tutur Yu Ma.
Setelah melewati minggu terberat dalam dua bulan perdagangan terakhir, tiga indeks utama AS berakhir variatif pada akhir pekan ini. S&P 500 naik 0,2%, tetapi masih tertekan 1,1% sepekan, yang merupakan kinerja terburuk sejak Desember. Dow Jones Industrial Average naik 0,5%, sedangkan Nasdaq turun 0,6%.
(FAY)