MARKET NEWS

Waspada Volatilitas Masih Tinggi, ke Mana Arah IHSG Awal 2025?

Fiki Ariyanti 03/01/2025 05:21 WIB

IHSG Januari 2025 diproyeksi masih akan dibayangi tingginya volatilitas.

Waspada Volatilitas Masih Tinggi, ke Mana Arah IHSG Awal 2025? (foto mnc media)

IDXChannel - Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG diproyeksi memiliki ruang penguatan sepanjang Januari 2025. Meski demikian, pergerakan indeks masih akan dibayangi tingginya volatilitas. 

Head of Research Panin Sekuritas, Nico Laurens dalam risetnya mengungkapkan berbagai sentimen yang mewarnai laju indeks dalam negeri. 

Dia mengatakan, imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) bertenor 10 tahun berada sekitar 4,6 persen, tertinggi sejak Mei 2024. 

Penguatan ini dipicu ekspektasi Federal Reserve kebijakan moneter yang less dovish, dengan pemangkasan dua kali masing-masing sebesar 25 bps (sebelumnya 4 kali masing-masing 25 bps).

"Hal ini mencerminkan kekhawatiran terhadap inflasi dan pendekatan hati-hati terhadap pelonggaran kebijakan moneter," kata Nico, Kamis (2/1/2025).

Di sisi lain, lanjutnya, laba di perusahaan industri China turun 4,7 persen YoY di November 2024. Hal ini menyoroti tantangan ekonomi yang sedang berlangsung, termasuk permintaan yang lemah, tekanan deflasi, dan kemerosotan yang berlarut-larut di pasar properti. 

Pemerintah China, sambung Nico,menginformasikan akan meningkatkan budget deficit hingga 4 persen di 2025 (2024: 3 persen) dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di 5 persen, di mana 1 persen peningkatan translasi terhadap meningkatnya belanja hingga USD179 miliar.

Dari dalam negeri, Nico menyebut, pemerintah memutuskan untuk membatalkan rencana kenaikan umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Sebagai penggantinya, kenaikan ini hanya akan diterapkan pada barang-barang mewah yang sebelumnya dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). 

"Kebijakan ini menunjukkan upaya pemerintah dalam melindungi daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah," ujar Nico.

Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa tingkat inflasi sepanjang tahun hingga Desember 2024 mencapai 1,57 persen YtD, terendah dalam sejarah Indonesia. 

Menurut data dari S&P Global, PMI Manufaktur Indonesia meningkat ke zona ekspansi pertama kalinya sejak Juni 2024, di 51,2 pada Desember 2024 (November 2024: 49,6) yang menunjukkan kebangkitan sektor manufaktur.

"Kami melihat ruang penguatan IHSG di Januari 2025, namun volatilitas masih akan tinggi," kata Nico.

Hal ini disebabkan oleh berita buruk yang sudah tercermin dalam koreksi IHSG, valuasi IHSG yang atraktif diperdagangkan lebih murah dari peers dan rata-rata lima tahun terakhir.

"Serta terbatasnya pelemahan nilai tukar Rupiah seiring intervensi yang dilakukan oleh Bank Indonesia," tuturnya.

(Fiki Ariyanti)

SHARE