3 Fakta tentang Redenominasi Rupiah yang Diajukan Menkeu Purbaya, Apa Saja?
RUU Redenominasi ini rencananya akan diselesaikan pada 2027.
IDXChannel—Simak 3 fakta tentang rencana redenominasi rupiah yang diajukan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Rencana ini telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 70/2025 yang ditetapkan pada 10 Oktober 2025.
Dalam PMK tersebut, disebutkan Kemenkeu mengusulkan empat rancangan undang-undang dalam Program Legislasi Nasional Nasional Jangka Menengah 2025-2029, yakni:
- RUU tentang Perlelangan
- RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara
- RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (redenominasi)
- RUU tentang penilai
Disebutkan juga bahwa urgensi pembentukan RUU redenominasi adalah sebagai berikut:
- Efisiensi perekonomian dapat dicapai melalui peningkatan daya saing nasional
- Menjaga kesinambungan perkembangan ekonomi nasional
- Menjaga nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat
- Meningkatkan kredibilitas rupiah
RUU ini rencananya akan diselesaikan pada 2027. Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengubah nilai tukarnya, tujuannya adalah untuk menyederhanakan jumlah digit pada pecahan uang tanpa mengurangi nilai uang terhadap harga barang dan jasa.
Melansir laman Kemenkeu (9/11/2025), pemerintah Indonesia pernah melakukan redenominasi pada 25 Agustus 1959, di mana uang pecahan Rp500 dan Rp1.000 disederhanakan digitnya menjadi Rp50 dan Rp100.
Apa saja fakta yang saat ini dapat diketahui tentang rencana redenominasi ini?
3 Fakta tentang Redenominasi Rupiah yang Diajukan Menkeu Purbaya
1. Redenominasi Bukan Sanering
Redenominasi bukanlah sanering atau devaluasi, yang artinya adalah pemotongan mata uang. Sanering pernah dilakukan pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Sanering menurunkan daya beli dari rupiah itu sendiri.
Karena mata uangnya dipotong, sekalipun masyarakat memiliki uang Rp5.000, setelah nilainya dipotong maka uang itu tidak lagi bisa memberi barang dengan nilai yang sama. Sedangkan redenominasi tidak mengubah daya beli rupiah terhadap barang.
Jika Rp5.000 diredenominasi menjadi Rp5, maka masyarakat tetap bisa membeli barang yang sebelumnya dihargai Rp5.000 dengan denominasi barunya, yakni Rp5. Dari segi tujuan, sanering dilakukan untuk mengurangi peredaran uang dan mengatasi hiperinflasi.
2. Pernah Direncanakan Sebelumnya
Rencana redenominasi ini bukanlah yang pertama kalinya. Pada akhir 2010 Bank Indonesia pernah mewacanakan redenominasi yang diusulkan RUU-nya ke Menkeu Agus Martowardojo dan menjadi prioritas prolegnas 2013.
Lalu saat Sri Mulyani masih menjabat sebagai menkeu, dia juga pernah membuat PMK No. 77/2020 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2020-2024 yang salah satu isinya adalah rencana pembentukan RUU Redenominasi, tetapi rencana ini batal karena pandemi.
3. Perbedaan Pendapat Pengamat
Rencana redenominasi mendapat respons yang berbeda di kalangan pengamat dan akademis. Ekonom Universitas Hasanuddin Muhammad Syarkawi Rauf menilai langkah ini dapat menjadi strategi penting untuk perkuatan kredibilitas rupiah dan menekan dolarisasi.
Menurutnya saat ini rupiah berada di daftar mata uang paling lemah di dunia, lemahnya posisi rupiah ini menjadi tantangan serius dalam menjaga kedaulatan moneter domestik.
“Nilai rupiah yang sangat lemah terhadap dolar AS menimbulkan masalah kredibilitas dalam transaksi internasional. Bahkanturut menurunkan fungsi rupiah sebagai alat tukar, alat hitung, dan penyimpan kekayaan di dalam negeri,” kata Syarkawi di Jakarta, Minggu (9/11/2025).
Sementara Center of Economic and Law Studies (Celios) menyebutkan dalam Instagram resminya, meminta agar Menkeu Purbaya berhati-hati soal rencana ini. Menurut lembaga tersebut, penerapan redenominasi yang tidak siap dapat berujung inflasi.
Celios mencontohkan Brasil, Ghana, dan Zimbabwe yang gagal menerapkan redenominasi dan mengakibatkan inflasi. Penyebabnya karena kurang sosialisasi dan persiapan sistem keuangan, juga karena dasar perekonomian negara yang memang buruk.
Menurut Celios, redenominasi akan lebih mudah diterapkan di negara yang sudah tinggi tingkat transaksi non-tunainya. Sebaliknya, akan lebih rumit diterapkan di negara yang peredaran uang tunainya tinggi.
Itulah informasi singkat tentang 3 fakta tentang redenominasi rupiah usulan Kemenkeu.
(Nadya Kurnia)