Banyak Lansia Gagal Kelola Keuangan, Ini yang Perlu Dihindari
Masalah keuangan tidak hanya dialami oleh orang-orang muda, terutama kaum pekerja, Bahkan orang-orang lanjut usia (lansia).
IDXChannel - Masalah keuangan tidak hanya dialami oleh orang-orang muda, terutama kaum pekerja. Bahkan, orang-orang lanjut usia (lansia) pun juga gagal menjaga keuangan mereka agar tetap stabil.
Berbeda dengan para pekerja yang masih mendapatkan penghasilan dari gaji atau usaha lainnya, orang-orang yang sudah pensiun atau tidak lagi bekerja terkadang hanya memanfaatkan pendapatan dari dana pensiunnya saja. Tapi kerap kali melakukan kesalahan dalam mengelolanya.
Dikutip dari Market Watch, Sabtu (13/02/2021), para lansia sebenarnya sadar konsep dari keuangan tidak selalu sama. Sebuah pengalaman menabung dan belanja seumur hidup pun tidak selalu diartikan sebagai pemahaman atas pengelolaan, investasi dan manajemen portofolio.
"Permainan berubah ketika anda mencapai usia 60 tahun," kata kepala perencanaan strategi finansial, Dan Keady di TIAA. "Justru pengeluaran terbesar berasal dari usia itu."
Sebagai contoh, dia menemukan banyak orang tua yang memilih mengambil pinjaman sosial terlalu awal, kebanyakan di usia 62, tanpa memahami sepenuhnya pentingnya perencanaan jangka panjang. Patut disadari, cara untuk mendapatkan uang secara instan sulit untuk dihindari, alhasil dalam beberapa tahun akan menjadi sumber pengeluaran yang sangat besar.
Berbicara soal jangka panjang, para lansia ini jarang menggarisbawahi yang sebuah janji bernama "berisiko rendah" dari sertifikat deposito atau rekening tabungan online. Kebanyakan dari mereka justru merasa aman ketika menyimpan uangnya di bank yang terjamin, tanpa mempertimbangkan adanya strategi yang lebih baik.
"Mereka mungkin berpikir bahwa mereka bisa mengambil risiko kecil dari satu produk seperti mendepositokan uangnya. Tetapi di sini ada kemungkinan pengaruh di luarnya seperti saham dan obligasi," lanjut Keady, sehingga biaya bertambah di sepanjang hidup mereka.
Para lansia ini kebanyakan memilih strategi tersebut dan berpikir hal itu sebagai tindakan yang bijak demi memperoleh penghasila lebih banyak dari waktu ke waktu. Akan tetapi, ketidaktahuan dalam memahami keuangan ini membuat mereka membeli banyak deposito, padahal cara ini kurang masuk akal mengingat suku bunga yang masih rendah.
"Banyak mereka yang sudah mendengar tangga deposito, tapi manfaatnya sudah pudar," kata direktur program pascasarjana perencanaan keuangan di Universitas Negeri Kansas, Megan McCoy.
Meski konsep ini tampak sederhana, namun mulai membuat jengkel para lansia.
Investor dari kalamgan senior ini berpendapat dengan menyerahkan beberapa juta rupiah, mereka akan mendepatkan sedikitnya uang besar yang bisa menjadi sumber penghasilan di sisa hidupnya. Di mana pendapatan dan deviden secara otomatis akan memberikan dana yang cukup untuk menutupi pengeluaran yang ada.
Sayangnya dengan bunga yang sangat rendah, sangat sulit jika menjadikan deposito sebagai sumber penghasilan dari tabungan.
"Ini akibat dari rendahnya pemahaman tentang pendapatan seumur hidup," sahut profesor dari managemen keuangan di American College of Financial Services in King of Prussia, Michael Finke. Dia menambahkan, para lansia yang memilih opsi investasi lain, seperti anuitas pendapatan, seakan ingin melindungi sarang telurnya sendiri.
Meski para manula tersebut dikenal sebagai investor yang cerdas dalam memilih investasi keuangan, namun kemampuan untuk mempertahankan literasi tersebut akan berkurang seiring bertambahnya usia. Atas alasan itu, kenapa menyusun dan menerapkan rencana andal untuk menghasilkan pendapatan seumur hidup dan berkelanjutan sangat penting.
"Pada saat Anda mencapai usia 90-an, Anda tidak dapat mengelola keuangan Anda sebaik saat Anda berusia 60-an," kata Finke. "Jadi tempatkan diri Anda pada posisi di mana Anda tidak perlu membuat keputusan investasi yang rumit seperti di era 90-an." (TYO)