MILENOMIC

Indomie Belum Lahir, Ini Pionir Mi Instan di Indonesia

Yulistyo Pratomo 11/08/2022 12:26 WIB

Tahukah Anda kalau Indomie bukan merek mi instan pertama di Indonesia, melainkan Supermi. Ini dia pelopornya.

Indomie Belum Lahir, Ini Pionir Mi Instan di Indonesia. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Sebagian besar masyarakat Indonesia pasti sudah paham dengan merek mi instan, yakni indomie. Tak hanya dikenal secara nasional, namun pernah dinobatkan menjadi mi instan terbaik versi New York Magazine.

Tapi tahukah Anda kalau Indomie bukan merek mi instan pertama di Indonesia, melainkan Supermi.

Dikutip dari laman resminya, Kamis (11/8/2022). Supermi pertama kali muncul pada 1968 dan menjadi pionir mi instan di Indonesia. Sedangkan Indomie baru muncul pada 1972 dengan varian Rasa Kaldu Ayam.

Baru pada 1982, Indomie meluncurkan produk pertamannya yakni Mi Goreng.

Pada 1976, Supermi meluncurkan varian Rasa Kaldu Ayam. Namun sejak 1986, PT Supermi Indonesia tak lagi berdiri sendiri sejak diakuisisi PT Indofood Interna Corporation yang kini berganti nama menjadi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).

Selain Supermi dan Indomie, PT Indofood Sukses Makmur juga meluncurkan sejumlah jenis mi instan baru kepada publik, yaitu Sarimi, Pop Mie, Sakura dan Mie Telur Cap 3 Ayam.

Orang di balik mi instan pertama ini adalah Sudono Salim, alias Om Liem. Om Liem lahir di Fuqing sebuah desa kecil di wilayah Fujian, China bagian selatan pada 16 Juli 1916. Ia lahir dengan nama Liem Sioe Liong

Dia adalah anak kedua dari seorang petani. Di masa kecilnya, ia hidup dengan sangat kekurangan. Ia juga terpaksa putus sekolah pada usia 15 tahun dan berjualan mie di sekitar tempat tinggalnya.

Kemiskinan itulah yang mendorongnya hijrah ke Indonesia, mengikuti jejak sang kakak yang sudah terlebih dahulu tiba di Tanah Air. Om Liem tiba di Indonesia pada tahun 1939, ketika dimulainya Perang Dunia II.

Hal yang pertama kali dilakukan Om Liem di Indonesia adalah mencari uang. Ia mulai bekerja sebagai supplier cengkeh untuk perusahaan-perusahaan rokok di Kudus dan Semarang.

Setelah itu, dia menjajal bisnis jual beli cengkeh dan tembakau. Dengan bantuan modal dari mertuanya, bisnisnya berkembang pesat. Bahkan dia menjadi bandar cengkeh dan tembakau di Kudus. 

Namun pada awal 1940-an, bisnisnya bangkrut karena invasi Jepang ke Indonesia. Kendati demikian, itu tak lama, kemampuan bisnisnya melihat peluang usaha yang potensial membuatnya berhasil bangkit dari keterpurukan. Saat Indonesia merdeka, dia memutuskan pindah ke Jakarta dan menjalankan bisnis logistik, medis, dan persenjataan untuk tentara.

Bisnis barunya berjalan lancar, tapi dia tak berhenti. Salim melakukan ekspansi bisnis ke berbagai sektor. Bersama Djuhar Sutanto, Sudwikatmono, dan Ibrahim Risjad, Salim mendirikan perusahaan tepung terigu bernama PT Bogasari.

Melansir dari iNews.id, pada 1990 dia mendirikan Indofood, dengan produk utama mi instan dengan nama Indomie. Usianya yang terus menua membuat Salim yang pernah masuk dalam daftar 100 orang terkaya di dunia ini akhirnya menyerahkan gurita bisnisnya kepada anaknya, Anthoni Salim.

Dia memilih menikmati masa tuanya di Singapura hingga meninggal dunia pada 10 Juni 2012. Sementara di bawah kepemimpinan Anthoni Salim, Salim Group terus berkembang dan menjadi salah satu konglomerasi bisnis terbesar dan berpengaruh di Indonesia.

Pada akhir tahun lalu, Anthoni berada di peringkat ketiga orang terkaya Indonesia versi Forbes. Total kekayaan bersih CEO Indofood itu diperkirakan mencapai USD8,5 miliar atau sekitar Rp121 triliun. (TYO/RIDHO)

SHARE