MILENOMIC

Jebakan Paradox of Thrift di Tengah Resesi, Pilih Menabung atau Belanja?

Desi Angriani 26/10/2022 07:12 WIB

Paradox of thrift atau paradoks penghematan akan selalu muncul saat situasi ekonomi mulai mencekam.

Jebakan Paradox of Thrift di Tengah Resesi, Pilih Menabung atau Belanja? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Paradox of thrift atau paradoks penghematan akan selalu muncul saat situasi ekonomi mulai mencekam. Apalagi Indonesia tahun depan diprediksi tak bisa lepas dari bayang-bayang resesi.

Hal ini tentu membuat masyarakat memilih menabung atau menyimpan sebagian besar pendapatan mereka untuk berjaga-jaga. Namun, perilaku ini akan berimbas pada berkurangnya pengeluaran lantaran menahan belanja atau konsumsi.

Persoalannya, jika menunda belanja (delayed purchase) dilakukan secara masif. Akibatnya, akan berefek negatif terhadap perekonomian. Bahkan, resesi bisa jatuh ke jurang yang lebih dalam. 

Lantas bagaimanakah cara bijak menghadapi resesi dan terhindar dari jebakan Paradox of Thrift?

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menyebut untuk menghindari paradox of thrift, pemerintah perlu membagi pendekatan ke dalam beberapa kelompok pengeluaran. 

Misalnya, kelompok menengah ke atas dan kaum elite harus tetap berbelanja dan konsumtif agar ekonomi tetap bisa tumbuh.  Sementara kelas menengah bawah perlu lebih berhemat karena kondisi pendapatan mereka tidak sebanding dengan naiknya harga barang atau inflasi.

"Kalau yang kaya menyimpan uang maka efeknya ekonomi bisa melambat. Ketimpangan makin lebar," ujar Bhima kepada IDX Channel, Rabu (25/10/2022).

Yusuf (29), pekerja kantoran di bilangan Jakarta Barat memilih lebih cermat dalam mengatur keuangannya. Saat ini, ia mulai menginvestasikan sebagian besar pendapatannya ke produk investasi yang tidak memiliki risiko tinggi atau signifikan seperti reksa dana.

Meski berinvestasi, Yusuf tidak akan menahan belanja kebutuhan esensial seperti makanan maupun kebutuhan rumah tangga lainnya. Hanya saya, ia memilih untuk tidak konsumtif terhadap barang-barang sekunder dan tersier.

"Memang sih pasti ada sektor konsumsi yang bakalan dikorbankan kalau seperti ini. Tapi ya harus cermat lagi. Beberapa masih di spend untuk hal-hal yang sifatnya esensial tapi," ungkap Yusuf saat dihubungi IDX Channel.

"Kalau untuk spending yang nilainya tinggi dan termasuk konsumtif seperti kendaraan gitu mendingan di tahan dulu deh," sambung Yusuf.

(DES)

SHARE