Pertama Kali Terjadi di 1994, Kenali Sejarah Dotcom Bubble
Dotcom bubble adalah peristiwa luar biasa yang pernah mengguncang industri internet, terjadi mulai 1994 hingga 2000.
IDXChannel - Dotcom bubble adalah peristiwa luar biasa yang pernah mengguncang industri internet, terjadi mulai 1994 hingga 2000. Saat itu, pertumbuhan internet membuat banyak bursa saham di negara industri mengalami kenaikan.
Industri yang berbasis internet serta bidang yang berkaitan mengalami pertumbuhan yang cepat. Namun, fenomena ini tidak berbanding lurus dengan kesuksesan perusahan startup digital. Ketika itu banyak perusahaanyang sukses namun tiba-tiba kandas begitu saja.
Contohnya, pets.com yang hanya mampu bertahan selama sembilan bulan sebelum mengalami kebangkrutan. Lalu diikuti penutupan boo.com, webvan, serta beberapa perusahaan telekomunikasi lainnya. Ketika itu, saham perusahaan yang berbasis internet ini turun 75 persen.
Namun, tidak semua perusahaan digital hancur karena pengaruh dotcom bubble. Perusahaan seperti Amazon, eBay, Cisco, Intel, hingga Oracle sempat kehilangan saham, akan tetapi dapat dengan cepat berhasil pulih kembali. Saat itu, 48 persen perusahaan dotcom berhasil selamat dari fenomena tersebut, pada 2004.
Fenomena tersebut sebagian terjadi di Amerika Serikat. Hal ini lantaran sebagian perusahaan yang berbasis internet yang sudah melepas saham ke publik ini berada di Amerika Serikat.
Sementara itu, fenomena dotcom bubble terjadi sekitar 1994-2000, di mana industri berbasis internet sedang berkembang pesat. Banyak orang yang berlomba untuk mempunyai komputer hingga laptop. Bahkan orang-orang juga berusaha mempunyai jaringan internet sendiri.
Sehingga, saat ada perusahaan yangmenawarkan jasa internet, tak sedikit orang yang tertarik menggunakan jasa tersebut. Bahkan, para investor pun tergiur untuk berinvestasi di perusahaan yang berbasis internet. Saat itu, internet diperlakukan sebagai penemuan baru yang dipercaya menguntungkan banyak pihak.
Perusahaan internet yang optimistis melepas saham ke publik adalah Netscape. Netscape adalah salah satu peramban selain Internet Explorer. Pada Agustus 1995, ketika penjualan saham perdana (IPO) Netscape ditutup dengan nilai USD58,25, memberi perusahaan valuasi sebesar USD2,9 miliar. Hal ini pun diikuti oleh Excite, Lycos, hingga Yahoo pada 1996.
Para investor yang semangat dalam menggelontorkan dana yang besar ini mengakibatkan perusahaan digital mempunyai nilai pasar jauh di atas nilai yang sesungguhnya. Nilai yang pasar tinggi ini membuat perusahaan tidak mampu bertahan lama hingga akhirnya jatuh.
Persaingan para investor mendorong mereka untuk membayar saham perusahaan internet lebih dari nilai fundamental. Seperti Amazon, yang menjual saham perdananya USD18 dan ditutup dengan nilai USD100. Perbedaan harga membuat terjadinya bubble (gelembung). Persaingan yang tercipta kemudian membuat gelembung ini semakin besar sebelum akhirnya meledak.
Setelah mengalami masa kejayaan yang singkat, banyak perusahaan dotcom yang gulung tikar. Lebih dari 100.000 orang kehilangan pekerjaan sejak 2000. Fenomena dotcom bubble ini juga menimbulkan efek yang dirasakan oleh warga.
Salah satu korbannya, Mike Schlenz, seorang pakar komputer dari SiliconValley, California, Amerika Serikat. Kala itu, itu terpaksa tinggal di rumah penampungan. Padahal, sebelum kehilangan pekerjaan, Schlenz mempunyai penghasilan USD60.000 per tahun sebagai kontraktor freelance yang membangun jaringan komputer bagi perusahaan dotcom.
Fenomena dotcom bubble juga mempengaruhi Indonesia. Beberapa perusahaan berbasis internet asal Indonesia, seperti astaga.com, kopitime.com, hingga kafegaul.com akhirnya berguguran. Ketika dotcom bubble terjadi, masalah yang dihadapi startup adalah perusahaan tidak fokus dengan model bisnis yag dijalankannya.
Pada 2001, misalnya, kopitime.com telah melaksanakan IPO serta mempunyai dana Rp15 miliar. Alih-alih pivot menyelamatkan bisnis, namun kopitime.com justru terombang-ambing dengan merumahkan sebagian karyawan pada 2002. Hingga akhirnya pada 2004, kopitime.com menerima suspensi saham dari bursa efek yang berakibat terkendala dalam penerimaan investor baru.
Sebelum disuspensi, perusahaan dengan kode emiten KOPI ini mempunyai harga saham berada di level Rp5/saham. Sementara, harga sahamnya ketika IPO adalah Rp250/per saham. Sepanjang 2003-2004, KOPI sama sekali tidak mempunyai pendapatan setelah runtuhnya bisnis dotcom baik di dunia maupun Indonesia.
Lantaran tidak ada pemasukan, pada 2003 dan 2004, KOPI mencatat kerugian, masing-masing mencapai Rp2.314.000 dan Rp13 juta. Walaupun kinerja perusahaan tidak bagus, namun bursa efek tidak melakukan delisting, melainkan hanya memberi sanksi suspensi serta denda administratif.
Fenomena dotcom bubble yang pernah terjadi ini tentu mengejutkan untuk dunia startup. Namun bisa menjadi bekal bagi startup digital saat ini untuk mempunyai daya tahan yang tinggi. Terlebih, di tengah gelombang pemutusan hak kerja (PHK) yang terjadi di industri perusahaan rintisan. (FHM)