Yang Dimaksud Investasi Bodong Adalah Penipuan? Yuk Simak Penjelasannya!
Perlu diketahui yang dimaksud Investasi Bodong adalah bentuk investasi yang tidak memiliki izin dan skema jelas dan perlu hati-hati
IDXChannel - Berinvestasi adalah pilihan tepat jika anda ingin mencari keuntungan, namun perlu diketahui yang dimaksud Investasi Bodong adalah bentuk investasi yang tidak memiliki izin dan skema jelas dan perlu hati-hati dicermati agar tidak menjadi korban.
Sejatinya Investasi dilakukan sebagai bentuk simpanan di hari tua. Biasanya investasi dalam produk keuangan yang banyak menjadi pilihan banyak orang adalah reksadana.
Dalam berinvestasi anda haruslah waspada, karena sampai saat ini masih banyak yang terkena investasi bodong. Investasi bodong sendiri merupakan investasi dimana anda akan diminta sejumlah uang untuk menanamkan modal dalam produk atau bisnis, yang sesungguhnya tidak pernah ada. Orang yang menyuruh Anda melakukan hal tersebut akan membawa kabur uang anda. Maka dari itu harus waspada dan berhati-hati dalam berinvestasi agar tidak terkena investasi bodong.
Satgas Waspada Investasi kembali menutup 14 investasi bodong atau tak ilegal pada Januari 2021. Adapun 14 entitas investasi ilegal yang ditindak pada awal tahun ini di antaranya melakukan kegiatan sebagai berikut: 2 perdagangan berjangka komoditi (PBK) tanpa izin; 3 cryptocurrency tanpa izin; 3 koperasi tanpa izin; 2 penjualan langsung tanpa izin; dan 4 kegiatan lainnya.
Contoh kasus dari investasi bodong yakni, Pandawa Investasi dengan Investasi Online. Modusnya adalah investasi online Forex (Foreign exchange). Pelaku merekrut nasabah melalui website “Pandawa Investasi”.
Nasabah dijanjikan tingkat keuntungan sebesar 50 persen, 70 persen, 100 persen, dan 300 persen tergantung dari nilai investasi yang ditradingkan. Skema yang digunakan adalah model piramida. Aksi penipuan sudah berlangsung sejak November 2012 sampai dengan Mei 2013 dan berhasil meraup dana hingga Rp40 miliar.
Kendati demikian, adapun ciri-ciri dari investasi bodong yakni menjanjikan imbal hasil tinggi dalam waktu singkat dengan minim risiko, legalitas tidak tercantum di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), memanfaatkan nama tokoh masyarakat, meminta bergabung dengan cara mendesak, informasi yang disajikan sangat terbatas, dan rekam jejak yang fiktif. (FHM)