News

500 Juta Petani di Dunia Rentan terhadap Perubahan Iklim

Binti Mufarida 01/04/2024 13:00 WIB

BMKG mengungkapkan, lumbung-lumbung pangan di dunia berpotensi mengalami kerentanan produksi akibat perubahan iklim.

500 Juta Petani di Dunia Rentan terhadap Perubahan Iklim. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan, lumbung-lumbung pangan di dunia berpotensi mengalami kerentanan produksi akibat perubahan iklim. Dampaknya, sekira 500 juta petani dunia pun ikut terancam kehilangan mata pencaharian.

“Lumbung-lumbung pangan dunia itu akan mengalami kerentanan dan Food and Agriculture Organization (FAO), organisasi pangan dunia menyatakan lebih dari 500 juta petani skala kecil yang menghasilkan 80% sumber pangan dunia merupakan kelompok yang paling rentan terhadap perubahan iklim,” ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Konferensi Pers secara virtual, Senin (1/4/2024).

Dwikorita mengatakan, hal ini terjadi sejalan dengan laporan Organisasi Meteorologi Dunia terkait dengan air, di mana [ada 2022 dilaporkan bahwa pola debit sungai dan aliran yang masuk ke waduk sebagian besar lebih kering daripada kondisi normalnya.

“Dan juga terjadi ini, ini terukur ya, ini kalimat-kalimat ini berdasarkan hasil pengukuran, terjadi peningkatan evapotranspirasi dan penurunan kelembaban tanah selama musim panas yang disebabkan oleh kekeringan,” ujar Dwikorita.

Selain itu, kata Dwikorita, terjadi juga cuaca ekstrem di Asia dan Oceania. Selain itu, situasi hidrologis melanda di Afrika yang kontras, khususnya Afrika bagian selatan mengalami kekeringan parah yang mempengaruhi ketahanan pangan terhadap 21 juta orang.

“Wilayah seperti cekungan Niger dan wilayah pesisir Afrika Selatan mengalami debit air di atas rata-rata dan banjir besar,” jelasnya.

“Jadi yang satu sisi kering tapi sisi yang lain banjir yang besar itu sangat kontras dan sebetulnya di Indonesia pun terjadi demikian, ada wilayah kita ini mengalami kekeringan tapi di Pulau yang lain mengalami banjir. Jadi nampaknya ini memang sudah mulai terjadi secara merata di berbagai belahan dunia,” katanya.

Selain itu, Dwikorita mengatakan, WMO juga melaporkan terjadinya global water hotspot akibat perubahan iklim yang memberikan tekanan pada sumber daya air sehingga menimbulkan water hotspot.

“Water hotspot itu bahasa mudahnya kekeringan. Jadi kita lihat lingkaran-lingkaran zona yang mengalami kekeringan, itu merata secara global ya, hampir di seluruh belahan dunia,” tuturnya.

“Dan dampak lanjutnya ini merupakan challenge kita semua seluruh dunia jadi perubahan iklim kekeringan tadi kelangkaan air dan juga apa ya terlalu banyaknya air jadi dua-duanya ekstrem itu ternyata setelah dianalisis diproyeksikan diproyeksikan di pertengahan abad ke-21 itu di tahun 2050 kan terjadi meningkatnya kerentanan pada kawasan penyedia pangan,” pungkasnya. 

(YNA)

SHARE