News

Asosiasi Rokok Elektronik Kritisi Aturan Kemasan Polos Tanpa Merek

Tim IDXChannel 11/09/2024 12:43 WIB

Wacana aturan kebijakan kemasan polos tanpa merek dikritisi Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia.

Wacana aturan kebijakan kemasan polos tanpa merek dikritisi Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia.

IDXChannel – Wacana aturan kebijakan kemasan polos tanpa merek dikritisi Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI). Aturan ini tertuang di dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik.

Sekretaris Jenderal APVI Garindra Kartasasmita mengatakan, aturan itu bertentangan dengan Undang Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) 28 Tahun 2024 yang kedudukannya lebih tinggi dari RPMK di mana disebutkan tidak memberikan mandat untuk kemasan polos.

Dengan demikian, Kementerian Kesehatan yang menerbitkan aturan tersebut dianggap melebihi kewenangannya jika tetap memaksakan kemasan polos melalui RPMK.

Dia menambahkan, pelaku usaha khawatir penerapan kebijakan kemasan polos tanpa identitas merek pada produk tembakau alternatif hanya akan menciptakan berbagai permasalahan baru, termasuk meningkatnya peredaran dan konsumsi produk ilegal di publik.

Bahkan menciptakan ruang bagi anak-anak di bawah umur untuk menjangkau produk ini hingga sulitnya pengawasan di lapangan.

"Aturan polos hanya akan menambah masalah baru. Mayoritas negara G20, negara-negara maju, tidak menerapkan kemasan polos untuk produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik. Negara tersebut hanya menerapkan peringatan berbentuk tulisan untuk produk tembakau alternatif," kata Garindra, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (11/9/2024).

Garindra meminta Kementerian Kesehatan agar bijak dalam melihat munculnya potensi permasalahan baru ketika aturan kemasan rokok diterapkan bagi produk tembakau alternatif.

Selain potensi masifnya peredaran produk ilegal dan mengurangi pendapatan cukai, juga dapat menyebabkan semakin tingginya prevalensi merokok di Indonesia.  

"Kita harusnya berkaca ke negara yang sudah berhasil mendukung peralihan ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko, bukan malah mengikuti negara yang tidak berhasil," kata dia.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo) Paido Siahaan juga mengkritisi wacana kemasan polos. Menurutnya, Kementerian Kesehatan seharusnya mempertimbangkan hak konsumen untuk memperoleh informasi yang lengkap dan jelas terhadap produk yang mereka pakai.

Dia menambahkan, menghilangkan elemen merek (brand) dan informasi pada kemasan mengurangi kemampuan konsumen untuk mendapatkan informasi produk sehingga dapat memutuskan produk yang tepat. Sehingga, rancangan aturan ini melanggar hak konsumen untuk mendapat informasi yang akurat.

"Jika dilihat dari perspektif konsumen dan pengurangan bahaya, penerapan aturan kemasan polos tanpa pembedaan antara produk tembakau alternatif dan rokok bisa dianggap tidak memberikan kesempatan yang adil bagi perokok dewasa untuk mengakses produk yang lebih rendah risiko," katanya.

Paido juga mengkhawatirkan penerapan kebijakan kemasan polos tanpa merek akan mendorong konsumen beralih ke produk ilegal yang lebih murah dan mudah didapat.

Pasalnya, produk ilegal tidak melalui pengawasan yang ketat seperti halnya produk legal. Pada akhirnya, masalah ini dapat menimbulkan risiko kesehatan yang lebih besar dan menambah beban penegakan hukum.

“Kebijakan yang diambil haruslah seimbang, dengan mempertimbangkan tujuan kesehatan masyarakat sambil tetap melindungi hak konsumen dan memberikan pilihan yang lebih baik bagi perokok dewasa,” kata Paido.

Sebagai informasi, Kemenkes menargetkan RPMK ini rampung pada minggu kedua bulan September 2024 dengan dalih mengejar target sebelum pergantian menteri.

PMK ini disinyalir memuat ketentuan kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau alternatif dengan referensi dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), yang tidak diratifikasi Pemerintah Indonesia.

(Nur Ichsan Yuniarto)

SHARE