News

Banyak Anak Sekolah Terjerat Judi Online, Pendidikan Karakter Harus Direformulasi

Achmad Al Fiqri 29/10/2025 14:16 WIB

Anak sekolah atau pelajar yang terjerat judi online (judol) semakin banyak.

Banyak Anak Sekolah Terjerat Judi Online, Pendidikan Karakter Harus Direformulasi

IDXChannel - Anak sekolah atau pelajar yang terjerat judi online (judol) semakin banyak. Fenomena ini bukan sekadar peristiwa lokal, tetapi gambaran krisis literasi digital serta lemahnya pengawasan sosial di tengah arus digitalisasi.

"Ketika anak SMP sudah mengenal dan terjerat judol dan pinjol (pinjaman online), itu berarti ada yang sangat keliru dalam cara kita mendidik dan membimbing generasi muda,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI My Esti Wijayanti, Rabu (29/10/2025).

Ada berbagai laporan kejadian mengenai anak sekolah yang terpapar judol. Terbaru yang tengah ramai dibicarakan adalah kasus siswa SMP di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang sampai terlibat pinjaman online (pinjol) demi membiayai kecanduan berjudi.

Kasus ini terungkap setelah siswa tersebut absen dari sekolah selama sebulan karena merasa malu. Esti pun merasa miris dengan kejadian tersebut.

“Kasus di Kulon Progo harus menjadi contoh tentang benteng pendidikan dan keluarga kita yang mulai rapuh menghadapi tantangan dunia digital," tuturnya.

Sementara, bedasarkan data laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2024, sebanyak lebih dari 197.000 anak terlibat judi online.

Data Kejaksaan Agung juga menunjukkan informasi serupa. Per 12 September 2025, pelaku judi daring berasal dari berbagai lapisan masyarakat mulai dari anak-anak sekolah dasar (SD), petani, hingga tunawisma. Kejagung mengatakan anak-anak berjudi daring dimulai dari bermain slot kecil-kecilan.

Terkait hal ini, Esti menilai keterlibatan anak-anak dalam praktik judol tidak bisa hanya dilihat sebagai kegagalan moral individu. Menurutnya, hal ini merupakan konsekuensi dari sistem pendidikan yang belum adaptif dan masih terlalu berorientasi pada hasil akademik semata.

"Sekolah hari ini masih sibuk menyiapkan anak untuk ujian, bukan untuk bertahan di dunia digital yang penuh jebakan algoritma dan komersialisasi perilaku," kata dia.

Dia mengatakan, literasi digital di sekolah saat ini masih bersifat teoritis dan belum menyentuh akar masalah. Padahal yang dibutuhkan, kata Esti, bagaimana anak mampu mengenali pola manipulatif di platform digital serta memahami risiko finansial dan psikologis yang menyertainya.

“Pendidikan karakter yang ada saat ini harus direformulasi menjadi pendidikan karakter berbasis risiko digital. Sehingga anak sejak dini memahami konsekuensi nyata dari perilaku daring seperti judi online, microtransaction, dan pinjaman digital,” katanya.

Selain di sekolah, kontrol dan pendampingan terhadap anak di lingkungan rumah dan sosialnya juga dinilai penting. Sebab banyak kasus menunjukkan anak-anak mengakses situs judi menggunakan akun atau data milik orang tuanya.

"Negara harus mengakui bahwa literasi digital bukan sekadar kemampuan memakai gawai, tetapi kemampuan membaca bahaya di balik layar,” kata Esti.

“Menanamkan kontrol diri dan kesadaran digital sejak dini penting dilakukan untuk mengantisipasi krisis karakter nasional di masa depan," lanjutnya.

Berbicara soal pendidikan karakter, Esti memberi contoh keberhasilan Jepang yang menerapkannya sejak usia dini anak. Bahkan di Jepang pendidikan karakter merupakan hal pertama yang diajarkan di sekolah.

“Di Jepang itu anak masuk SD belum diajarkan calistung, tapi belajar karakter dahulu. Tentang menjaga kebersihan, saling tolong menolong, belajar soal adab yang baik sebagai modal menjalani hidup,” kata Esti.

“Maka kita bisa lihat attitude atau manner masyarakat Jepang yang sangat menjunjung tinggi etika. Kita sering lihat warga Jepang yang tak segan membuangkan sampah orang lain saat mereka melihatnya, seperti dalam pertandingan-pertandingan olahraga, termasuk di luar negara mereka,” katanya.

Menurut Esti, saat anak memiliki pendidikan karakter yang kuat, maka pendidikan akademiknya akan mengikuti. Dan pendidikan karakter pun akan membantu anak menghalau aktivitas yang kurang baik, seperti judol.

“Maka pendidikan karakter harus jadi dasar dalam sistem pendidikan di Indonesia,” katanya.

“Karena pendidikan karakter menjadi modal dalam membentuk adab setiap individu, dan semuanya harus dimulai sejak anak-anak, dari bangku awal sekolah dasar,” kata dia.

(Nur Ichsan Yuniarto)

SHARE