News

BMKG: Suhu Juli-Desember 2023 Cetak Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah

Binti Mufarida 01/04/2024 11:35 WIB

BMKG: Suhu sepanjang Juli-Desember 2023 selalu mencetak rekor tertinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Adapun ini merupakan rekor suhu terpanas bumi.

BMKG: Suhu Juli-Desember 2023 Cetak Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan suhu sepanjang Juli-Desember 2023 selalu mencetak rekor tertinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Adapun ini merupakan rekor suhu terpanas bumi sepanjang sejarah.

“Tahun 2023 juga setiap bulan antara Juni dan Desember di tahun tersebut, selalu mencetak rekor suhu permukaan baru. Artinya zaman sebelumnya, itu tidak pernah mengalami suhu setinggi itu,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam Konferensi Pers secara virtual, Senin (1/4/2024).

“Tapi setiap bulan dari Juni rekor tertinggi, Juli lebih tinggi lagi, Agustus lebih tinggi lagi, Desember lebih tinggi lagi dibandingkan bulan-bulan Juni Juli Agustus sampai Desember tahun-tahun sebelumnya,” tambahnya.

Dwikorita pun mengatakan, pada 2023, terdapat dua bulan terpanas sepanjang sejarah yakni Juli dan Agustus. “Dan tercatat di bulan Juli dan Agustus 2023 adalah 2 bulan panas yang pernah tercatat di dalam sejarah pencatatan suhu permukaan tersebut,” jelas dia.

Menurutnya, dalam laporan organisasi meteorologi dunia atau World Meteorological Organization (WMO), rata-rata suhu di 2023 meningkat sebesar 1,45 derajat Celcius dibandingkan dengan era pra industri. “Jadi baseline itu tahun 1850 hingga tahun 1900, hingga sampai tahun 2023 meningkatnya sudah mencapai 1,45 derajat Celcius,” imbuhnya. 

“Padahal kesepakatan Paris, itu baru akan tercapai di akhir abad, itu disepakati tidak boleh lebih dari 1,5 derajat Celcius untuk akhir abad. Nah, ini baru tahun 2023. Jadi betapa kita ini sudah sangat dekat dengan batas dari kesepakatan tadi. Sebelum tahun 2023, jadi tahun 2022 itu masih 1,2 derajat Celcius,” kata Dwikorita.

Dwikorita menegaskan, kenaikan suhu ini berdampak pada semakin seringnya kejadian ekstrem. “Dan kita melihat kejadian ekstrem sudah semakin sering, intensitasnya semakin menguat dan durasinya semakin panjang,” jelasnya.

“Jadi tahun 1855, suhu ini kan masih berkisar di antara itu sebagai baseline ya sebagai dasar kemudian hingga tahun 1920-1933, ini rata-rata kurang lebih stabil suhu permukaan ya. Namun kemudian terjadi peningkatan hingga tahun 1970-an, 1970-an meningkat sudah terjadi peningkatan dan terjadi lonjakan pasca 1975,” ujar Dwikorita.

Dwikorita mengungkapkan kenaikan suhu bumi korelatif dengan meningkatnya intensitas kegiatan industri yang menghasilkan gas-gas rumah kaca. 

“Jadi gas-gas rumah kaca itulah antara lain CO2 ya, itu yang apa berperan menaikkan suhu karena gas-gas itu menjadi selubung di atmosfer menjadi selimut atmosfer yang menghambat pelepasan pantulan sinar matahari dari permukaan bumi untuk kembali ke angkasa luar,” tegasnya.

“Jadi gas-gas tadi menghambat kembalinya pantulan sinar matahari ke angkasa luar sehingga sinar matahari atau suhunya itu terjerat, terjebak di dalam atmosfer. Dan itulah yang mengakibatkan kenaikan suhu yang semakin melompat,” pungkasnya. 

(YNA)

SHARE