Cuaca Dingin, Tim Penyelamat Kesulitan Evakuasi Korban Gempa Turki dan Suriah
Proses pencarian dan penyelamatan korban gempa di Turki dan Suriah hingga saat ini masih berlangsung.
IDXChannel - Proses pencarian dan penyelamatan korban gempa di Turki dan Suriah hingga saat ini masih berlangsung. Cuaca dingin juga menghambat upaya untuk menemukan orang yang selamat.
Hingga Selasa (7/2/2023), korban tewas tecatat 3.609 orang dari kedua negara
tersebut. Bencana tersebut diperparah dengan adanya musim dingin yang menambah penderitaan ribuan orang yang terluka atau kehilangan tempat tinggal.
Gempa berkekuatan M 7,8 meruntuhkan seluruh blok apartemen di kota-kota Turki dan menumpuk lebih banyak kehancuran pada jutaan warga Suriah yang terlantar akibat perang bertahun-tahun, mengutip Reuters, Selasa (7/2/2023).
Gempa kedua cukup besar untuk merobohkan lebih banyak bangunan dan, seperti yang pertama, dirasakan di seluruh wilayah, membahayakan tim penyelamat yang berjuang untuk menarik korban dari reruntuhan.
Di Diyarbakir di tenggara Turki, seorang wanita berbicara di samping reruntuhan blok tujuh lantai tempat dia tinggal berkata "Kami terguncang seperti buaian. Kami sembilan di rumah. Dua putra saya masih di reruntuhan, Aku sedang menunggu mereka."
Gempa tersebut merupakan gempa terbesar yang tercatat di seluruh dunia oleh survei Geologi AS sejak gempa di wilayah terpencil Atlantik Selatan pada Agustus 2021.
Koneksi internet yang buruk dan jalan yang rusak antara beberapa kota yang paling parah terkena dampak di selatan Turki, rumah bagi jutaan orang, menghambat upaya untuk menilai dan mengatasi dampaknya.
Suhu di beberapa daerah diperkirakan turun hingga mendekati titik beku dalam semalam, kondisi yang memburuk bagi orang-orang yang terjebak di bawah reruntuhan atau kehilangan tempat tinggal.
Hujan turun pada hari Senin setelah badai salju melanda negara itu pada akhir pekan. Ini sudah menjadi korban tewas tertinggi akibat gempa bumi di Turki sejak 1999, ketika gempa dengan kekuatan yang sama menghancurkan wilayah Laut Marmara timur yang berpenduduk padat di dekat Istanbul, menewaskan lebih dari 17.000 orang.
Presiden Tayyip Erdogan, yang sedang mempersiapkan pemilihan umum pada bulan Mei, menyebutnya sebagai bencana bersejarah dan gempa bumi terburuk yang melanda Turki sejak 1939, tetapi mengatakan pihak berwenang melakukan semua yang mereka bisa.
"Semua orang mengerahkan hati dan jiwa mereka ke dalam upaya meskipun musim dingin, cuaca dingin dan gempa yang terjadi pada malam hari membuat segalanya menjadi lebih sulit," katanya.
(DKH)