Diksi Beras Oplosan Harus Diluruskan, Guru Besar IPB: Itu Lumrah di Industri Pangan
Penggunaan istilah oplosan tidak tepat dan berpotensi menyesatkan pemahaman masyarakat.
IDXChannel - Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Prof Dwi Andreas Santosa, menyoroti penggunaan diksi beras oplosan yang belakangan ramai digunakan dalam narasi publik dan pemberitaan.
Dia menilai, penggunaan istilah tersebut tidak tepat dan berpotensi menyesatkan pemahaman masyarakat.
"Pemerintah sebaiknya menggunakan diksi yang lebih tepat. Diksi oplosan itu sangat berkonotasi negatif. Coba kita lihat, misalnya minuman oplosan, masyarakat langsung berpikir itu sesuatu yang berbahaya,” kata Andreas, Kamis (17/7/2025).
Dia menambahkan, dalam industri pangan, pencampuran atau blending beras merupakan praktik yang sangat umum dan lumrah, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.
Proses tersebut, kata dia, dilakukan untuk menyesuaikan mutu, ketersediaan stok, hingga hasil penggilingan gabah yang tidak seragam.
“Padahal yang namanya mencampur beras itu hal yang sangat biasa. Itu lumrah di industri pangan, hampir semua beras di dunia ini ketika sampai ke tangan konsumen, itu sudah melalui proses blending,” kata dia.
Dia menjelaskan, pencampuran biasanya dilakukan karena hasil gabah yang masuk dan keluar dari penggilingan memiliki komposisi berbeda, termasuk kadar broken rice (beras patah) yang berkisar di angka 5 persen.
Proses blending bertujuan untuk menjaga standar kualitas dan keseragaman produk yang diterima konsumen.
Andreas mengimbau pemerintah dan pelaku industri pangan untuk lebih cermat dalam memilih kata, terutama dalam komunikasi publik yang menyangkut produk konsumsi masyarakat luas.
“Ini bukan soal teknis semata, tapi soal persepsi publik. Kalau istilah yang dipakai sudah membuat orang takut duluan, padahal sebenarnya praktiknya aman dan lazim, maka itu bisa berdampak buruk pada kepercayaan konsumen,” katanya.
(Nur Ichsan Yuniarto)