News

Dulu Terapkan Kebijakan Satu Anak, China Kini Dorong Angka Kelahiran

Rahmat Fiansyah 21/08/2024 18:40 WIB

Pemerintah China tengah berupaya mendongkrak angka kelahiran yang terus turun.

Pemerintah China tengah berupaya mendongkrak angka kelahiran yang terus turun. (Foto: NYPost)

IDXChannel - Pemerintah China tengah berupaya mendongkrak angka kelahiran yang terus turun sehingga mengancam Negeri Panda itu menuju fase aging population.

Dikutip dari Newsweek, Rabu (21/8/2024), pada 2022 angka populasi di China untuk pertama kalinya turun sejak 1961 sementara pada 2023, tingkat fertilitas turun menjadi 1,0 dari 1,18, jauh di bawah level ideal 2,1 kelahiran per perempuan untuk menjaga populasi tetap berkelanjutan.

Partai Komunis China (PKC) yang mengendalikan pemerintah China pernah menerapkan kebijakan satu anak (one child policy) pada 1979 yang ditetapkan secara efektif pada 1983. Saat itu, satu perempuan di China hanya boleh memiliki satu anak karena populasi China yang menembus 1 miliar jiwa.

Pada 2015, kebijakan yang kontroversial itu dihapus setelah lebih dari 30 tahun diterapkan. Pemerintah akhirnya mengizinkan perempuan di China untuk memiliki dua anak.

Pada tahun 2021, Beijing merevisi undang-undang untuk mempromosikan kebijakan tiga anak. Tapi, efek kebijakan satu anak selama tiga dekade, kenaikan biaya hidup, dan perubahan budaya di kalangan generasi muda China membuat kebijakan tersebut tak mudah untuk diterapkan. Apalagi, kebijakan ini tak wajib.

Baru-baru ini, dokumen kebijakan di pemerintah kota Quanzhou, Provinsi Fujian beredar. Dokumen tersebut meminta kepada seluruh kader, anggota PKC serta pegawai BUMN untuk memberikan contoh dengan memiliki tiga anak di mana kewajiban itu sebagai tugas dari negara. 

Dokumen itu dipastikan asli meski baru sebatas diskusi. Pejabat setempat yang tidak disebutkan namanya mengatakan, mereka yang menolak untuk memiliki tiga anak akan sulit naik jabatan atau penghasilannya naik.

Profesor dari Harvard University, AS Susan Greenhalgh mengatakan, kekhawatiran warga China  bahwa kebijakan tiga anak menjadi kewajiban tentu wajar.

"Meminta kader partai dan pegawai pemerintah untuk berinisiatif (memiliki tiga anak) mirip dengan Surat Terbuka permintaan dari pusat pada 1980 saat kebijakan satu anak resmi ditetapkan. Ini adalah langkah awal dari penghapusan total kebijakan satu anak," kata Greenhalgh.

Menurut Greenhalgh, banyak perempuan muda di China yang saat ini memilih untuk memiliki sedikit anak, bahkan tak memiliki anak sama sekali karena mereka akan dibebani dengan biaya hidup yang besar. Bukan hanya biaya membesarkan anak, tapi juga mengurus orang tuanya yang sudah sepuh.

Pemerintah China juga baru-baru ini berencana mempermudah pasangan untuk menikah di samping mempersulit perceraian. Mereka yang berencana menikah tak memerlukan hukou alias tanda pendaftaran rumah tangga, sehingga mereka cukup membawa kartu identitas dan surat keterangan siap menikah.

Sementara, pasangan yang mengajukan perceraian kini harus memperoleh jeda waktu 30 hari, yang diharapkan bisa menjadi masa tenang dan mediasi bisa dilakukan.

(Rahmat Fiansyah)

SHARE