Heboh Virus Nipah India, Ternyata Sudah Ada sejak 1999
Virus Nipah sudah ditemukan sejak 24 tahun lalu dengan kasus pertama virus Nipah ditemukan di Malaysia dan menyebar ke Singapura.
IDXChannel – Masyarakat di berbagai belahan dunia tengah menyoroti kemunculan virus Nipah di Kerala, India yang telah menewaskan dua orang. Sementara itu, enam warga lainnya terkonfirmasi terinfeksi.
Peneliti Health Security Griffith University Australia, Dicky Budiman mengungkapkan, virus Nipah sudah ditemukan sejak 24 tahun lalu, atau pada 1999 silam. Adapun, kasus pertama virus Nipah ditemukan di Malaysia dan menyebar ke Singapura.
Nipah sendiri, kata Dicky, merupakan nama salah satu sungai yang berlokasi di satu desa di Malaysia, tempat pertama kali virus tersebut ditemukan.
“Ini adalah kelompok virus yang berpotensi menyebabkan wabah dan sudah dalam daftar pengamatan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO sebagai salah satu penyakit yang berpotensi menyebabkan wabah,” kata Dicky dalam Market Review IDX Channel, dikutip Jumat (22/9/2023).
Dicky melanjutkan, virus Nipah disebut juga sebagai bat born disease. Di mana, penyakit ini berasal dari kelelawar buah atau flying fox. Diketahui, kelelawar buah menularkan virus Nipah melalui kotoran atau air liur yang dikeluarkan.
“Jadi misalnya kotorannya mencemari buah di hutan atau pakan ternak seperti babi. Dan penularan kepada manusia, seperti kasus awal di India itu banyak yang mengonsumsi buah di hutan yang tercemar kotorannya,” ujar Dicky.
Populasi kelelawar buah, disebut Dicky, banyak ditemukan di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri, populasi kelelawar buah banyak ditemukan di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan sebagian wilayah Papua.
Melansir laman resmi WHO, setelah menyebar di Malaysia, virus Nipah juga diketahui di Bangladesh pada tahun 2001, dan wabah ini hampir setiap tahun terjadi di negara tersebut sejak saat itu. Penyakit ini juga telah diidentifikasi secara berkala di India bagian timur.
Selama wabah berikutnya di Bangladesh dan India, virus Nipah menyebar langsung dari manusia ke manusia melalui kontak dekat dengan sekresi dan ekskresi manusia. Di Siliguri, India pada tahun 2001, penularan virus juga dilaporkan terjadi di lingkungan layanan kesehatan, di mana 75% kasus terjadi di antara staf rumah sakit atau pengunjung.
Dari tahun 2001 hingga 2008, sekitar setengah dari kasus yang dilaporkan di Bangladesh disebabkan oleh penularan dari manusia ke manusia melalui pemberian perawatan kepada pasien yang terinfeksi.
Sementara itu, infeksi pada manusia berkisar dari infeksi tanpa gejala hingga infeksi saluran pernafasan akut (ringan, berat), dan ensefalitis yang fatal. Orang yang terinfeksi awalnya mengalami gejala termasuk demam, sakit kepala, mialgia atau nyeri otot, muntah, dan sakit tenggorokan.
Hal ini dapat diikuti dengan pusing, mengantuk, perubahan kesadaran, dan tanda-tanda neurologis yang mengindikasikan ensefalitis akut. Beberapa orang juga dapat mengalami pneumonia atipikal dan masalah pernafasan yang parah, termasuk gangguan pernafasan akut. Ensefalitis dan kejang terjadi pada kasus yang parah, berkembang menjadi koma dalam waktu 24 hingga 48 jam.
(FRI)