News

Kasus Gagal Ginjal Akut Belum Ditetapkan Sebagai KLB, Menko PMK Beri Penjelasan

Binti Mufarida 27/10/2022 14:57 WIB

Menko PMK Muhadjir Effendy mengungkapkan kasus gagal ginjal belum bisa ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). 

Kasus Gagal Ginjal Akut Belum Ditetapkan Sebagai KLB, Menko PMK Beri Penjelasan (Dok.MNC)

IDXChannel - Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengungkapkan kasus gagal ginjal belum bisa ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). 

Hal tersebut sebelumnya sudah didesak oleh Ombudsman dan Epidemolog. Alasan dari Menko PMK, penetapan KLB memiliki payung hukum tertentu.

“Perlu dikaji lebih dalam. Jika tidak menimbulkan eskalasi yang luas saya pikir kita cukup tangani secara cepat dan maksimal dan semua obat sirup yang menggunakan 4 jenis pelarut itu tidak boleh diedarkan dulu, karena alhamdulillah saat ini kasusnya menurun,” ungkap Muhadjir dalam keterangannya, Rabu (26/10/2022).

Sementara itu Juru Bicara Kementerian Kesehatan M Syahril  mengatakan istilah KLB ada di dalam undang-undang penyakit menular atau wabah. “Istilah KLB di dalam Undang-Undang Wabah, kemudian juga Permenkes memang hanya disebutkan sebagai penyakit menular,” katanya saat konferensi pers secara virtual kemarin.

Meski begitu, Syahril mengatakan penanganan gagal ginjal akut akan sama seperti wabah. “Dengan keadaan begini, maka kita sudah menyiapkan suatu hal persiapan. Bahwasanya keadaan ini sama dengan KLB, cuma namanya saja (tidak ditetapkan), supaya tidak melanggar Undang Undang atau peraturan sebelumnya.”

Syahril mengatakan bahwa saat ini pemerintah melakukan respon cepat dan komprehensif menangani kasus gagal ginjal akut pada anak. Diantaranya dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan juga Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 

“Kami ingin menjelaskan bahwasanya respons-respons cepat dan secara komprehensif itu sudah kita lakukan sebagai respons dalam kasus atau keadaan KLB. Sebagai contoh, kita melakukan kombinasi yang tepat antara pusat dan daerah, antara Kementerian Kesehatan dengan BPOM, kemudian juga dengan Ikatan Dokter Anak dan seterusnya,” kata Syahril.

“Kemudian melakukan penelitian, memberikan larangan untuk penggunaan obat-obat sirop yang diduga, dan seterusnya. Termasuk bersama Badan POM mengumumkan obat-obat yang masih aman untuk digunakan. Itu adalah respons-respons cepat, termasuk mendatangkan obat antidotum dari luar negeri,” pungkasnya. 

(IND) 

SHARE