News

Korut Dituding Peras Perusahaan-Perusahaan AS hingga Rp1,4 Triliun Lewat Skema Ini

Febrina Ratna Iskana 14/12/2024 02:00 WIB

Pengadilan AS baru-baru ini mendakwa 14 warga Korea Utara (Korut) karena diduga memeras dana dari perusahaan-perusahaan AS hingga USD88 juta.

Korut Dituding Peras Perusahaan-Perusahaan AS hingga Rp1,4 Triliun Lewat Skema Ini. (Foto: Depositphoto)

IDXChannel - Pengadilan Federal di St Louis, Amerika Serikat (AS) baru-baru ini mendakwa 14 warga Korea Utara (Korut) karena diduga memeras dana dari perusahaan-perusahaan AS dan menyalurkan uang tersebut untuk program senjata Pyongyang.

Pengadilan menyatakan para terdakwa dan orang lain yang bekerja dengan mereka menghasilkan sedikitnya USD88 juta (sekitar Rp1,4 triliun) untuk rezim Korea Utara selama periode enam tahun.

Skema yang digunakan untuk melakukan pemerasan melibatkan ribuan pekerja teknologi informasi (TI) Korea Utara. Mereka memakai identitas palsu, curian, dan pinjaman dari orang-orang di AS dan negara-negara lain untuk mendapatkan pekerjaan jarak jauh atau remote working bagi perusahaan-perusahaan AS.

Seperti dilansir dari BBC pada Jumat (13/12/2024), Jaksa Penuntut mengatakan para tersangka bekerja untuk dua perusahaan yang dikendalikan Korea Utara, yaitu Yanbian Silverstar yang berbasis di China dan Volasys Silverstar yang berbasis di Rusia.

Mereka termasuk dalam kelompok 130 pekerja TI Korea Utara yang dipekerjakan oleh kedua perusahaan tersebut, tempat mereka secara internal disebut sebagai "Pejuang TI", menurut Departemen Kehakiman AS.

Para tersangka diduga diperintahkan untuk meminta gaji sebesar USD10.000 per bulan dari bos mereka di AS.

Selain gaji bulanan, mereka juga akan mengumpulkan dana untuk rezim Korea Utara dengan mencuri informasi perusahaan yang berharga dan mengancam akan membocorkannya ke publik jika bos mereka di AS tidak melakukan pembayaran pemerasan.

Kelompok tersebut sekarang menghadapi penipuan melalui transfer, pencucian uang, pencurian identitas, dan tuduhan lainnya.

Selain menggunakan identitas yang dicuri untuk menghindari deteksi, Jaksa Penuntut mengatakan mereka membayar orang-orang yang tinggal di AS untuk menyediakan laptop yang mendeteksi mereka berada di AS. Caranya dengan memasang perangkat lunak akses jarak jauh di laptop yang memungkinkan mereka tampak bekerja dari AS padahal sebenarnya mereka berada di luar negeri.

Meski begitu, penyidik ​​yakin para tersangka berada di Korea Utara sehingga kecil kemungkinan mereka akan diadili.

Melihat kondisi tersebut, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan bahwa mereka akan menawarkan hadiah hingga USD5 juta bagi siapa saja yang dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang para tersangka serta Yanbian dan Volasys.

"Meskipun kami telah berhasil melumpuhkan kelompok ini dan mengidentifikasi pemimpinnya, ini baru puncak gunung es," kata agen khusus yang bertanggung jawab atas kantor lapangan FBI di St Louis, Ashley T. Johnson.

"Pemerintah Korea Utara telah melatih dan mengerahkan ribuan pekerja IT untuk melakukan skema yang sama terhadap perusahaan-perusahaan AS setiap hari,” tambahnya.

(Febrina Ratna)

SHARE