News

KPPU Tetapkan 7 Perusahaan Melanggar Aturan Monopoli Minyak Goreng, Ini Daftarnya

Advenia Elisabeth/MPI 28/05/2023 09:37 WIB

KPPU memutuskan tujuh terlapor atau perusahaan terbukti melanggar aturan terkait monopoli minyak goreng.

KPPU Tetapkan 7 Perusahaan Melanggar Aturan Monopoli Minyak Goreng, Ini Daftarnya. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) secara sah memutuskan tujuh terlapor atau perusahaan terbukti melanggar UU nomor 5 tahun 1999 pasal 19 huruf C tentang monopoli minyak goreng. Keputusan tersebut tertuang dalam perkara nomor 15/KPPU-I/2022. 

Adapun 7 perusahaan yang terbukti melanggar undang-undang tersebut adalah PT Asianagro Agungjaya, PT Batara Elok Semesta Terpadu, PT Incasi Raya, PT Salim Ivomas Pratama Tbk., PT Budi Nabati Perkasa, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai.

"Terlapor, yakni Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V, Terlapor XVIII, Terlapor XX, Terlapor XXIII dan Terlapor XXIV secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar Pasal 19 huruf c yaitu terkait pembatasan peredaran atau penjualan barang," ujar Ketua Majelis Komisi Dinni Melanie dalam keterangannya, dikutip Minggu (27/5/2023).

Pemeriksaan pendahuluan atas perkara ini dilakukan Majelis Komisi sejak tanggal 20 Oktober 2022 dan dilanjutkan dengan Pemeriksaan Lanjutan sejak tanggal 25 November 2022, serta perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan hingga tanggal 4 April 2023.

Dalam Putusannya, Majelis Komisi menjelaskan bahwa pasar bersangkutan dalam perkara a quo adalah penjualan minyak goreng kemasan dengan bahan baku kelapa sawit di seluruh wilayah Indonesia. 

Struktur pasar dalam industri minyak goreng disimpulkan sebagai oligopoli ketat dengan konsentrasi pasar tinggi (yakni dengan konsentrasi rasio empat grup pelaku usaha sebesar 71,52%), memiliki produk yang homogen dan berbagai hambatan masuk pasar. Ini mempengaruhi perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar termasuk potensi terjadinya penetapan harga minyak goreng yang diduga dilakukan oleh para Terlapor.

Dalam persidangan, Majelis Komisi menemukan bahwa berdasarkan rasio input dan output di sektor tersebut, pada periode pelanggaran lebih besar daripada rasio sebelum periode pelanggaran. 

Ini menunjukan bahwa kenaikan harga pada periode pelanggaran terjadi akibat adanya kenaikan harga input, sehingga margin keuntungan yang diperoleh menjadi semakin kecil. 

Dengan demikian para Terlapor dapat disimpulkan tidak melakukan penetapan harga untuk minyak goreng kemasan sederhana dan kemasan.

Dinni memaparkan, dalam persidangan pihaknya juga menemukan bahwa para Terlapor tidak patuh kepada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET), yakni dengan melakukan penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan selama periode pelanggaran. 

"Tindakan tersebut dilakukan secara sengaja untuk mempengaruhi kebijakan HET. Faktanya, pada saat kebijakan HET dicabut, serta merta pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya kebijakan HET," terangnya.

Ketidakpatuhan ini menimbulkan kelangkaan minyak goreng yang berakibat pada penurunan kesejahteraan (deadweight loss) masyarakat. 

Oleh karena itu, Majelis Komisi memutuskan, PT Asianagro Agungjaya selaku terlapor I dihukum membayar denda Rp1 miliar, PT Batara Elok Semesta Terpadu selaku terlapor II dihukum dengan denda Rp15,24 miliar.

Kemudian, PT Incasi Raya selaku terlapor V dihukum denda senilai Rp1 miliar, PT Salim Ivomas Pratama Tbk. selaku terlapor XVIII dihukum denda Rp40,88 miliar. PT Budi Nabati Perkasa sebagai terlapor XX dihukum denda Rp1,76 miliar, dan PT Multimas Nabati Perkasa selaku terlapor XXIII didenda Rp8 miliar, sementara PT Sinar Alam Permai didenda Rp3,36 miliar.

KPPU pun memerintahkan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V, Terlapor XVIII, Terlapor XX, Terlapor XXIII, dan Terlapor XXIV untuk melakukan pembayaran denda paling lama 30 hari sejak Putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht), serta melaporkan dan menyerahkan salinan bukti pembayaran denda tersebut ke KPPU. 

Terlapor juga diperintahkan untuk membayar denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari nilai denda, jika terlambat melakukan pembayaran denda. 

Dinni menuturkan, jika mengajukan keberatan, maka ketujuh Terlapor harus menyerahkan jaminan bank sebesar 20% dari nilai denda ke KPPU paling lama 14 hari setelah menerima pemberitahuan Putusan.

(FRI)

SHARE