OVO Tegaskan Tak Terkait dalam Kasus Transaksi Perdagangan Orang dan Pornografi Anak
Manajemen OVO memastikan tidak terkait apapun dengan transaksi perdagangan orang dan pornografi anak.
IDXChannel - Manajemen OVO memastikan tidak terkait apapun dengan transaksi perdagangan orang dan pornografi anak. Hal itu mereka sampaikan menanggapi informasi yang disampaikan oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana.
Dalam klarifikasi resmi yang disampaikan kepada tim IDXChannel.com, OVO yang berada di bawah bendera PT Visionet Internasional, menegaskan telah bekerja sama dengan PPATK untuk mengungkap kasus tersebut dengan PPATK.
"Kami tegaskan juga bahwa OVO tidak pernah melakukan kerja sama dalam bentuk apapun, baik secara resmi ataupun tidak, dan dengan pihak manapun terkait pemrosesan transaksi yang merupakan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya penerimaan transaksi pembayaran untuk memfasilitasi perdagangan atau penyebaran konten pornografi. Layanan-layanan yang kami sediakan, termasuk layanan uang elektronik kami, sepenuhnya disediakan dengan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Communications Manager OVO, Andriani Ganeswari, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (4/1/2022).
Hal tersebut sekaligus menanggapi pernyataan yang disampaikan Kepala PPATK yang menyebut penggunaan e-wallet dalam memproses transaksi perdagangan orang dan pornografi anak pada 28 Desember 2022n lalu.
"Dengan ini, kami (PT Visionet Internasional atau OVO) sampaikan bahwa OVO telah bekerja sama dengan PPATK untuk memantau dan mengambil tindakan tegas atas transaksi yang diduga menyalahgunakan layanan perbankan maupun uang elektronik tersebut," jelas Andriani.
Sejauh ini, OVO baru menemukan dugaan salah satu pengguna yang menyalahgunakan layanan transfer antar pengguna untuk memfasilitasi transaksi tersebut.
"Sebagai bentuk nyata komitmen kami dalam mendukung upaya pemerintah dan aparat penegak hukum dalam memberantas penyebaran pornografi di Indonesia, kami selalu menyampaikan laporan atas transaksi-transaksi uang elektronik mencurigakan kepada PPATK dan regulator lainnya yang berwenang untuk tujuan kepatuhan dan pemantauan atas layanan pemrosesan transaksi kami."
Atas temuan tersebut, OVO menegaskan tidak akan menoleransi segala bentuk penyalahgunaan atas layanan kami dan akan bersikap tegas dalam mengusut hal tersebut demi menciptakan ekosistem keuangan digital yang aman dan berkelanjutan.
Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, telah membentuk tim khusus untuk kegiatan analisis dan pemeriksaan terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Kekerasan seksual pada anak/Child Sex Abuse (CSA).
Dari hasil Tim kasus TPPO, PPATK menemukan transaksi sebesar Rp 114.266.966.810 (114,2 miliar). "Pada tahun 2022, PPATK telah menghasilkan total 8 HA terkait dengan TPPO/CSA," jelas Ivan.
Para pelaku, ujar Ivan, sebagian besar masih menggunakan channel transaksi pada perbankan (pemindahbukuan, transfer via ATM, dan juga transaksi menggunakan internet banking ataupun mobile banking). Dia juga menyebutkan penggunaan transaksi juga ada yang menggunakan platform e-wallet.
"Pada kasus pornografi anak, para pelaku kejahatan yang memperdagangkan video pornografi menggunakan e-wallet, seperti GoPay, Dana dan OVO dalam menampung pembayaran dari pembeli konten pornografi tersebut," kata Ivan. (TYO)