News

Pejabat DPMPTSP Serang Diperiksa Kejagung, Terkait Dugaan Korupsi WSBP 2016-2022

Erfan Ma'ruf 21/02/2023 15:52 WIB

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung memeriksa Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Serang.

Pejabat DPMPTSP Serang Diperiksa Kejagung, Terkait Dugaan Korupsi WSBP 2016-2022. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Serang Syamsuddin. 

Dia diperiksa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dan atau penyelewengan dalam penggunaan dana PT Waskita Beton Precast, Tbk tahun 2016-2020.  

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, terdapat dua orang pejabat yang diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut. Salah satu yang diperiksa adalah Kepala Dinas di Kabupaten Serang. 

"Syamsuddin selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintahan Kabupaten Serang. Kemudian AE selaku Mantan Pj. Sekda/Asisten I Pemerintahan Kabupaten Serang," kata Ketut dalam keterangan tertulis, Selasa (21/2/2023). 

Keduanya juga tercatat lebih dari sekali diperiksa oleh penyidik Jampidsus dalam kasus tersebut. Syamsuddin diperiksa pada Senin 30 Januari 2023. 

"Kedua orang saksi diperiksa terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dan atau penyelewengan dalam penggunaan dana PT Waskita Beton Precast pada tahun 2016 - 2020 atas nama tersangka HA," pungkasnya.

Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pada PT Waskita Beton Precast mencapai Rp2,5 triliun. Kerugian itu diakibatkan perbuatan korupsi melakukan pengadaan fiktif, pengadaan barang tidak dapat dimanfaatkan, atau pengadaan tidak dapat ditindaklanjuti. 

"Artinya, mangkrak," kata Jaksa Agung dalam keterangannya. 
 
Pengadaan fiktif oleh Waskita Beton, lanjut Burhanuddin, dilakukan dengan cara meminjam bendera beberapa perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan tersebut membuat surat pemesanan material fiktif, meminjam bendera vendor atau supplier, membuat tanda terima material fiktif, dan membuat surat jalan barang fiktif. 
 
"Atas perbuatan tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara Rp2,5 triliun. Dan ini masih akan terus berkembang. Kita tunggu saja perkembangannya," kata Burhanuddin.

(SLF)

SHARE