News

Penyebab Belum Jelas, DPR Pertanyakan Pembelian Obat Gagal Ginjal Akut

Carlos Roy Fajarta Barus 02/11/2022 21:30 WIB

Irma Suryani Chaniago mempertanyakan langkah Kementerian Kesehatan yang sudah memesan obat penyebab gagal ginjal akut pada anak.

Penyebab Belum Jelas, DPR Pertanyakan Pembelian Obat Gagal Ginjal Akut

IDXChannel - Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Irma Suryani Chaniago mempertanyakan langkah Kementerian Kesehatan yang sudah memesan obat penyebab gagal ginjal akut pada anak.

"Saya ingin mengkritisi komunikasi Kemenkes dan BPOM ini buruk. Karena pernyataan bertolak belakang. Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) sudah dipakai sejak lama, tapi kenapa berbahaya baru sekarang," ujar Irma, Rabu (2/11/2022) dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Kesehatan di kompleks Parlemen Senayan Jakarta.

Ia mengungkapkan impor EG dan DEG oleh Kementerian Perdagangan padahal digunakan untuk farmasi. Ia melihat seharusnya Kementerian Kesehatan dan BPOM memberikan kuota impor dan perusahaan apa saja yang boleh import.

"Jadi kurang koordinasi antara tiga lembaga dan kementerian, sehingga menyebabkan kematian pada ratusan anak. Tiba-tiba Kemenkes membeli obat dan menyatakan itu obatnya. Seharusnya dicari dulu penyebabnya, kasus gagal ginjal akut pada anak. Kita harus memberikan empati pada korban, cari penyebab utamanya," kata Irma.

Ia menyebutkan anak-anak di bawah 5 tahun lebih nyaman menggunakan obat jenis sirup dibandingkan yang dilarutkan. Sehingga pemerintah harus mencari penyebab utama kasus gagal ginjal akut pada anak.

Harga ED dan DEG yang diproduksi perusahaan Indonesia itu Rp 3,6 juta per 225 kg, sedangkan yang di produksi India hanya Rp 1,68 juta per 225 liter. Bedanya jauh. Jangan-jangan karena ada bahan lebih murah, perusahaan ingin ada efisiensi biaya, maka dibuat tambahan ED dan DEG," ungkapnya.

Irma juga menyoroti penggunaan bahan kimia yang sudah terjadi saat disebut BPOM sudah dilakukan pengendalian market. Namun ia mempertanyakan mengapa masih ada yang kecolongan. 

"Perusahaan farmasi yang nakal ini jangan hanya sekedar dicabut izin, tapi dilaporkan ke Polisi dan masuk tindakan kriminal. Tata kelola bahan baku obat yang ada di Indonesia harus diperbaiki, komitmen harus diperbaiki, kita harus buat panja," tegasnya.

Ia melihat sejak awal statement Menteri Kesehatan, ED dan DEG ini penyebabnya. Padahal BPOM bilang belum ada bukti yang sahih dan akurat.

"Ini membuat kegaduhan di publik. Yang satu ngomong A, yang satu ngomong B. Kalau namanya obat tidak bisa diduga-duga. Nyawa orang itu tidak bisa diduga-duga. Apa yang terjadi dalam tata kelola perlindungan kesehatan masyarakat kita oleh Kementerian Kesehatan. Kalau tidak selesai di Panja bisa dibuat Pansus," tutur Irma Suryani.

Irma juga melihat seharusnya tidak perlu terburu-buru memesan obat ke berbagai negara padahal penyebab utamanya belum diketahui.

"Jangan beli obat kalau kasusnya belum jelas.Jangan mengobral statement membeli obat, nanti malah Presiden Jokowi yang disalahkan apalagi ini mendekati tahun politik," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui Komisi IX DPR melaksanakan Rapat Kerja dengan Menteri Kesehatan RI, dan Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia, serta International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) terkait Penanganan Peningkatan Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak.

Hingga 31 Oktober 2022, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Mohammad Syahril menyebutkan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal atau acute kidney injuries (AKI) pada anak di tanah air mencapai 304 kasus yang terjadi di 27 provinsi dengan fatality rate atau tingkat kematian 159 anak (52 persen). 

(NDA)

SHARE