Perjalanan IDAI Mencari Sumber Masalah GGA, Sempat Diduga Akibat Covid-19!
dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) membeberkan secara runut seperti apa pencarian penyebab masalah GGA yang kasusnya memuncak pada bulan Agustus 2022, lalu.
IDXChannel - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia, dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) membeberkan secara runut seperti apa pencarian penyebab masalah GGA yang kasusnya memuncak pada bulan Agustus 2022, lalu.
IDAI melakukan berbagai upaya untuk mengetahui apa penyebab dari GGA yang meningkat, dengan melakukan pencarian penyebab seperti Syok Hipovolemik atau dehidrasi berat, Sindrom Hemolitik Uremik pasca diare, Glomerulonefritis akut, namun hasilnya tidak ditemukan.
Bahkan menduga sebagai MISC Pasca Covid, dan dilakukan terapi sebagai MISC namun kondisi pasien tidak membaik. Kemudian dilakukan diskusi dengan Kemenkes yang saat itu sudah ada rekomendasi pada 28 September, namun belum mengarah ke Intoksikasi.
IDAI menyatakan cukup frustasi karena kondisi pasien GGA tak kunjung membaik, dengan angka kematian yang cukup tinggi.
"Aduh ini kita stress sendiri ya, anak-anak itu masuk Rumah Sakit, meninggal dan meninggal," keluh dr Piprim.
Setelah melalui proses panjang dilakukan diskusi dengan dokter di Gambia, dimana profil pasien di Gambia serupa dengan yang ada di Indonesia. Pada kasusnya di Gambia setelah penarikan obat, angka kejadian menurun drastis yang kemudian dilakukan pemeriksaan ke arah intoksikasi, dimana hal inilah yang kemudian dilakukan secara tanggap oleh Kemenkes pada tanggal 18 Oktober, meminta seluruh obat sirup untuk dihentikan edarannya di pasaran.
Pada evaluasi IDAI, pada tanggal 18-20 Oktober,2022 ditemukan banyak kadar Etilen Glikol (EG) di dalam darah para pasien-pasien dengan GGA, meskipun telah dilakukan pencucian darah terhadap pasien-pasien tersebut, kadar dari EG ini masih cukup tinggi.
“Ini rupanya memang banyak kadar Etilen Glikol (EG) yang melebihi batas di dalam darah pasien pasien kami, walaupun sudah dilakukan cuci darah. Kita bisa bayangkan itu pasien sudah dicuci darah hasil EGnya masih tinggi. Ya artinya tinggi sekali sebelumny” Ujar ketua IDAI, melalui Live Streaming Komisi IX DPR RI Rapat Kerja Dengan Menteri Kesehatan RI Dan RDP dengan BPOM, IDAI, Selasa (2/11).
Setelah mengumpulkan data dan informasi dari seluruh anggota IDAI di Indonesia, sebagai data awal yang dapat ditarik sebagai benang merah, dimana kejadian GGA terjadi di beberapa provinsi di Indonesia.
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, BPOM telah menarik obat sirup yang diduga terdapat cemaran cairan EG dan DEG yang digunakan lebih dari ambang batas dan ketentuan dan memiliki hubungan dengan melonjaknya kasus GGA di tanah air.
Dalam penelusuran BPOM bersama Bareskrim Polri, bahwa telah didapatkan dua industri farmasi yaitu PT Yarindo Farmatama, dan PT Universal Pharmaceutical Industries yang melakukan perubahan bahan baku obat yang tidak sesuai standar ketentuan BPOM, dan termasuk tindak pidana.
Didapati juga produk obat dari PT Yarindo Farmatama, yaitu Flurin DMP sirup yang menggunakan zat EG sebanyak 48 mg per ml, yang artinya jauh melebihi ambang batas dimana seharusnya kurang dari 0,1 mg per ml.
(NDA)