News

Terungkap 9 Ton Beras SPHP Oplosan, Mentan: Pengkhianatan Terhadap Rakyat

Tangguh Yudha 27/07/2025 14:06 WIB

Mentan menyebut pengungkapan kasus beras SPHP merupakan aksi nyata pemerintah dalam melindungi masyarakat dari kecurangan pangan.

Terungkap 9 Ton Beras SPHP Oplosan, Mentan: Pengkhianatan Terhadap Rakyat. (Foto: Inews Media Group)

IDXChannel - Direktorat Reskrimsus Polda Riau mengungkapkan adanya praktik curang distributor beras di Kota Pekanbaru. Dari hasil penggerebekan, ditemukan 9 ton beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang sudah dioplos beras kualitas buruk.

Menanggapi temuan tersebut Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut pengungkapan kasus ini merupakan aksi nyata pemerintah dalam melindungi masyarakat dari kecurangan pangan.

>

Mentan mengungkapkan praktik pengoplosan beras telah merusak program SPHP yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Hal ini sejalan dengan program pemerintah untuk memastikan akses masyarakat terhadap beras berkualitas dengan harga terjangkau.

“Praktik pengoplosan adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat. Program SPHP didukung subsidi dari uang rakyat untuk membantu daya beli masyarakat dan menjaga inflasi. Saya bangga Polda Riau bergerak cepat pasca diskusi kita,” katanya, Minggu (27/7/2025).

Amran menambahkan, pemerintah terus memperketat pengawasan distribusi beras SPHP yang berlangsung di seluruh Indonesia dengan melibatkan satgas pangan dan jajaran kepolisian di daerah.


Ia juga menyinggung temuan sebelumnya bahwa 212 merek beras di 10 provinsi bermasalah, dengan kerugian masyarakat mencapai Rp99,35 triliun per tahun akibat praktik serupa.

“Kami akan terus bersinergi dengan Satgas Pangan Mabes Polri dan aparat penegak hukum lainnya untuk memastikan tidak ada lagi oknum yang bermain-main dengan pangan rakyat. Pelaku harus dihukum berat untuk efek jera,” tegasnya.

Untuk diketahui, dalam kasus ini, polisi menyita 9 ton beras oplosan dari seorang pengusaha atau distributor lokal berinisial R yang kini sudah ditetapkan tersangka.

Atas perbuatannya, diperkirakan masyarakat harus membayar Rp5.000-Rp7.000 per kilogram lebih mahal dari yang seharusnya. Bahkan diperkirakan selisihnya dapat mencapai Rp9.000 jika dioplos menjadi beras premium. Selain itu, diduga kualitas beras juga berada di bawah standar mutu.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.

(Febrina Ratna Iskana)

SHARE