Apakah Asuransi Haram? Intip Penjelasan dari MUI
Keraguan apakah asuransi haram kerap ditanyakan sejumlah masyarakat. Banyak yang meragukan asuransi tidak memiliki fatwa.
IDXChannel - Keraguan apakah asuransi haram kerap ditanyakan sejumlah masyarakat. Banyak yang meragukan asuransi tidak memiliki fatwa.
Karena itu sebelum mendapatkan jawaban apakah asuransi haram. Ada baiknya Anda mengetahui fatwa MUI soal asuransi.
Lalu bagaimana penjelasan dan jawaban sebenarnya mengenai apakah asuransi haram? Yuk intip penjelasan yang dihimpun kami dari berbagai sumber.
Asuransi Syariah
Asuransi syariah di Indonesia sendiri telah hadir sejak lama yakni mulai tahun 1994, yaitu dengan didirikan PT Syarikat Takaful lndonesia (Takaful lndonesia).
Ketahui bahwa Islam tidak melarang Anda memiliki asuransi. Asuransi diperbolehkan asalkan dana yang terkumpul dikelola sesuai dengan syariat-syariat Islam.
Hal ini disebutkan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) NO: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman asuransi syariah.
Fatwa MUI soal asuransi telah sesuai dengan syariat agama Islam.
Pandangan MUI Soal Asuransi
Pertanyaan apakah asuransi haram serta fatwa MUI soal asuransi sebenarnya telah dijelaskan sedikit di atas.
Namun ada beberapa ringkasan pandangan MUI yang perlu diketahui dalam asuransi.
Apa saja pandangan itu :
1. Bentuk Perlindungan
Dalam kehidupan, kita memerlukan adanya dana perlindungan atas hal-hal buruk yang akan terjadi.
Hal ini ditegaskan oleh fatwa MUI NO: 21/DSN-MUI/X/2001 menyatakan, “Dalam menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.”
Apakah Asuransi Haram? Intip Penjelasan dari MUI. (FOTO : MNC Media)
Salah satu upaya solusi yang bisa dilakukan adalah memiliki asuransi yang dikelola dengan prinsip-prinsip syariah.
Terlebih asuransi dibutuhkan guna perlindungan terhadap harta dan nyawa secara finansial yang risikonya tidak dapat diprediksi.
Hal-hal yang umumnya diasuransikan adalah rumah, kendaraan, kesehatan, pendidikan dan nyawa.
Sebab, memiliki asuransi, Anda tidak perlu khawatir akan risiko yang akan menimpa karena risiko tersebut dapat diminimalisir dan mendapat ganti rugi.
2. Unsur Tolong menolong
Semua ajaran agama yang ada pasti mengajarkan sikap tolong-menolong terhadap sesama.
Dalam kehidupan sosial tolong-menolong dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, baik secara finansial maupun kebaikan.
Fatwa MUI NO: 21/DSN-MUI/X/2001 menyebutkan di dalam asuransi syariah terdapat unsur tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai syariah.
3. Unsur Kebaikan
Dalam setiap produk asuransi syariah mengandung unsur kebaikan atau istilahnya memiliki akad tabbaru’.
Secara harfiah, tabbaru’ dapat diartikan sebagai kebaikan.
Aturannya, jumlah dana premi yang terkumpul disebut hibah yang nantinya akan digunakan untuk kebaikan, yakni klaim yang dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
Adapun besarnya premi dapat ditentukan melalui rujukan yang ada, misalnya merujuk pada tabel mortalita untuk menentukan premi pada asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk menentukan premi pada asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam perhitungannya.
4. Berbagi Risiko dan Keuntungan
Dalam asuransi yang dikelola secara prinsip syariah, risiko dan keuntungan dibagi rata ke orang-orang yang terlibat dalam investasi.
Hal ini dinilai cukup adil dan sesuai dengan syariat agama karena menurut MUI, asuransi hendaknya tidak dilakukan dalam rangka mencari keuntungan komersil.
Risiko yang dimaksud adalah risiko yang terjadi pada salah satu peserta asuransi yang terkena musibah, maka ganti rugi (klaim) yang didapat dari peserta asuransi yang lain.
Artinya, saat seorang peserta mendapat musibah peserta lain juga ikut merasakannya. Begitu juga dengan keuntungan yang didapat.
Dalam asuransi syariah keuntungan yang didapat dari hasil investasi premi dalam akad mudharabah dapat dibagi-bagikan kepada peserta asuransi dan tentu saja disisihkan juga untuk perusahaan investasi.
5. Bagian dari Bermuamalah
Muamalah merupakan bagian dari hukum islam yang mengatur hubungan antar manusia.
Contoh hubungan yang diatur dalam islam adalah jual beli dan perdagangan.
Hal tersebut juga menjadi landasan dari asuransi syariah.
Menurut MUI asuransi juga termasuk bagian dari bermuamalah karena melibatkan manusia dalam hubungan finansial.
Segala aturan dan tata caranya tentu saja harus sesuai dengan syariat islam. Jadi dalam berpartisipasi dalam bermuamalah, Anda dianggap ikut serta dalam menjalani perintah agama.
6. Musyawarah Asuransi
MUI menegaskan dalam ketentuan berasuransi, jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Akad dalam Asuransi Syariah
Selain penjelasan di atas, MUI juga menegaskan aturan akad yang digunakan dalam asuransi.
Akad yang dimaksud adalah perikatan antara peserta asuransi dengan perusahaan asuransi.
Terlebih dalam akad tidak boleh terdapat unsur gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat karena tujuan akad adalah saling tolong-menolong dengan mengharapkan ridha dan pahala dari Allah.
Sedikitnya, ada 3 jenis akad dalam asuransi syariah yang perlu Anda ketahui, yaitu
1. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
Maksud tujuan komersial dalam asuransi syariah adalah mudharabah, yakni investasi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi yang dananya didapati dari dana premi peserta asuransi.
Hal ini dilakukan guna mendapatkan keuntungan karena dalam asuransi syariah, perusahaan asuransi diwajibkan melakukan investasi.
2. Akad Tabbaru’
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan hanya untuk tujuan komersial.
Dana premi yang terkumpul menjadi dana hibah yang dikelola oleh perusahaan asuransi.
Selanjutnya, dana hibah yang terkumpul digunakan untuk klaim asuransi bagi peserta yang terkena musibah.
3. Akad Wakalah bil ujrah
Terakhir menjawab apakah asuransi haram bisa terjelaskan dengan Akad Wakalah.
Yaitu akad di mana peserta memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi dengan imbalan pemberian ujrah (fee).
Sifat akad wakalah adalah amanah, jadi perusahaan asuransi hanya bertindak sebagai wakil (yang mengelola dana) sehingga perusahaan tidak menanggung risiko terhadap kerugian investasi.
Selain itu juga tidak ada pengurangan fee yang diterimanya oleh perusahaan, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi.
Itulah penjelasan apakah asuransi haram yang perlu Anda ketahui. Semoga informasi ini berguna bagi Anda dan menambah wawasan Anda.