Bisakah Saham Syariah Delisting? Simak Penjelasannya
Selain mendapatkan keuntungan tentunya ada risiko yang kemungkinan terjadi dengan adanya delisting saham.
IDXChannel - Istilah delisting saham sudah tidak asing lagi bagi investor pasar modal. Selain mendapatkan keuntungan tentunya ada risiko yang kemungkinan terjadi dengan adanya delisting saham.
Dalam aksi korporasi di pasar saham yang dikenal dengan delisting saham merupakan penghapusan atau dikeluarkannya sebuah saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sehingga saham tersebut tidak bisa diperjual belikan secara bebas di pasar modal.
Risiko berinvestasi pada saham syariah sama halnya dengan saham konvensional, seperti adanya capital loss, likuiditas atau bangkrut. Tetapi risiko lainnya adalah delisting atau dikeluarkan secara paksa dari Daftar Efek Syariah (DES), sehingga harus dijual atau dibeli di efek konvensional.
Ada dua tipe delisting yakni voluntary delisting (sukarela) dan involuntary delisting (penghapusan paksa). Dalam voluntary delisting suatu perusahaan dengan sukarela atau atas permintaan dari mereka sendiri untuk mengeluarkan saham mereka dari indeks pasar modal karena alasan tertentu.
Tetapi biasanya hal ini terjadi karena emiten tidak memenuhi persyaratan otoritas pasar modal atau ingin mengubah bentuk perusahaan yang sebelumnya go public (terbuka) berubah menjadi perusahaan Limited Company (tertutup).
Untuk contoh kasusnya yaitu, melansir dari pasarmodalsyariah.com Selasa (25/10/22), seperti yang terjadi pada PT Danayasa Arthatama (SCBD).
Yang mana dalam kasus Danayasa Arthatama dengan kode perdagangan SCBD, perusahaan ini resmi mengundurkan diri secara sukarela dari Bursa Efek Indonesia efektif pada Senin, 20 April 2020. Suspensi saham SCBD di pasar reguler telah terjadi sejak 28 Juli 2017. Sebelum dihentikan, harga saham perusahaan real estate milik Tomy Winata itu berada di level Rp 2.700 per lembar.
Sementara involuntary delisting yaitu menghapus atau dikeluarkannya suatu saham dari indeks pasar modal yang biasanya terjadi ketika emiten tidak menyampaikan laporan keuangan, melanggar aturan dan gagal memenuhi standar keuangan minimum yang telah ditetapkan oleh otoritas pasar modal.
Hal yang bisa dilakukan oleh investor ketika sahamnya terkena involuntary delisting yaitu dengan menjual saham tersebut di pasar negosiasi di mana efek diperdagangkan secara negosiasi atau tawar menawar. Negosiasi dilaksanakan secara individu, tetapi proses jual beli tetap harus melalui perusahaan sekuritas. Pasar negosiasi tentunya tetap dibawah pengawasan bursa dan punya aturan main tersendiri.
Salah satu faktor yang mempengaruhi delisting yaitu tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung memiliki resiko dan kemungkinan mengalami delisting. Seperti yang dijelaskan dalam Chaplinsky, S & Ramchand, L. (2006) bahwa profitabilitas merupakan faktor yang menentukan sebuah perusahaan untuk dapat bertahan di pasar modal.
(DES/ Rita Hanifah)