SYARIAH

Ini Pentingnya Sidang Isbat di Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah

Widya Michella 08/03/2024 10:25 WIB

Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan, sidang isbat penting dilakukan karena Indonesia bukan negara agama, bukan juga negara sekuler.

Ini Pentingnya Sidang Isbat di Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Kementerian Agama (Kemenag) menyatakan, sidang isbat penting dilakukan karena Indonesia bukan negara agama, bukan juga negara sekuler. Sehingga, sidang isbat bisa menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan.

"Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadan dan berlebaran," ujar Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam Kemenag Adib di Jakarta, Jumat (8/3/2024).

Menurutnya, sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriyah.

Maka, kata dia, tidak jarang pandangan satu dengan lainnya berbeda, seiring dengan adanya perbedaan mazhab serta metode yang digunakan. Sebab, Indonesia tidak dapat menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan.

Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. 

"Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat,” sebut Adib.

Lebih lanjut, sidang Isbat penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah, kata Adib, bukan hanya dilakukan Indonesia saja. Negara-negara Arab juga melakukan isbat setelah mendapatkan laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau perseorangan yang sudah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majlis Hakim Tingginya.

Bedanya, Indonesia menggunakan mekanisme musyawarah dengan seluruh peserta sidang isbat.

“Inilah yang menjadi nilai lebih bahwa keputusan diambil bersama, nilai-nilai demokrasi sangat tampak dengan kehadiran seluruh ormas yang hadir pada saat sidang isbat,” tegas Adib.

Dengan demikian, Adib menegaskan, peran pemerintah dalam proses sidang isbat adalah fasilitator ormas Islam dan para pihak untuk bermusyawarah. Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama agar mempunyai kekuatan hukum yang dapat dipedomani masyarakat.

“Sidang isbat mengingatkan kita semua akan pentingnya menyatukan langkah dalam menjalankan ibadah dan memperkuat hubungan bersama dengan Allah, dengan tetap mengedepankan toleransi dan sikap saling menghormati atas beragam keputusan yang ada,” tuturnya.

(YNA)

SHARE