SYARIAH

Muhammadiyah Usul Sidang Isbat Ditiadakan, Begini Reaksi Kemenag dan BRIN

Widya Michella 08/03/2024 12:26 WIB

Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) buka suara terkait usulan sidang isbat ditiadakan oleh organisasi Islam, Muhammadiyah. 

Muhammadiyah Usul Sidang Isbat Ditiadakan, Begini Reaksi Kemenag dan BRIN (Foto MNC Media)

IDXChannel - Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) buka suara terkait usulan sidang isbat ditiadakan oleh organisasi Islam, Muhammadiyah

"Ormas punya masing-masing keyakinan itu yang terjadi, langkah-langkah saling menghormati dan menghargai, meminimalisir konflik yang terjadi jika ada perbedaan. Mitigasinya kita menyikapinya lebih bijak," kata Kasubdit Hisab Rukyat dan Pembinaan Syariah Kemenag, Ismail Fahmi, Jumat (8/3/2024).

Menurutnya, semua perbedaan wajib dihargai karena pada semuanya memiliki dasar hukum. 

"Ada dalil yang sama tapi interprestasi yang berbeda, semua punya dasar hukum. Sama saja lagi menjalankan shalat. Enggak mungkin yang qunut paling benar, yang qunut silakan yang tidak, enggak perlu bilang macam-macam," ucapnya.

Sementara, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Astronomi, Thomas Djamaludin mengatakan, usulan tersebut justru menyinggung sejumlah ormas yang menggunakan para pengamal rukyat. 

Padahal sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam, termasuk instansi terkait dalam menentukan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. 

"Jadi kalau mengusulkan isbat ditiadakan, pertama seperti menyinggung para pengamal rukyat seolah-olah jangan diberi tempat. Itu forum musyawarah bukan sekedar menghambur-hamburkan biaya," tutur dia.

Sebelumnya, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengusulkan agar sidang isbat awal Ramadan 2024 ditiadakan. Peniadaan sidang isbat untuk menghemat anggaran negara. 

"Dengan tidak diadakan isbat, lebih menghemat anggaran negara yang secara keuangan sedang tidak baik-baik saja," kata Abdul dalam keterangannya.

Abdul Mu'ti menjelaskan, hasil kesepakatan Menteri Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) digunakan pemerintah untuk mencari titik temu dalam perbedaan. 

Kriteria baru yang diterapkan sejak awal Ramadan 2022 itu yakni tinggi hilal minimal 3 derajat dengan sudut elongasi minimal 6,4 derajat. Dengan adanya MABIMS seharusnya, kata Abdul, hasilnya sudah dapat diprediksi dengan jelas.

"Pemerintah menggunakan kriteria MABIMS, di mana salah satu syarat adalah posisi hilal 4 derajat di atas ufuk. Pada saat awal Ramadan, posisi hilal di bawah 1 derajat dan pada saat akhir Ramadan posisi jauh di atas 6 derajat," kata Abdul Mu'ti.

"Dengan kriteria itu, hasil isbat sudah dapat diprediksi dengan jelas," imbuhnya.

(FAY)

SHARE