Pembagian Kuota Tambahan Sesuai Aturan, Penyelenggaraan Haji 2024 Makin Membaik
Kuota haji pokok awalnya sebanyak 221.000 jamaah. Sesuai Pasal 64, kuota itu dibagi menjadi dua, yakni untuk jamaah haji reguler sebanyak 203.320 orang.
IDXChannel - Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas menilai petugas haji 2024 sudah bekerja dengan baik. Apalagi, ada jamaah juga mengapresiasi kinerja petugas.
"Mereka umumnya menilai penyelenggaraan haji tahun ini jauh lebih baik dari tahun sebelumnya, baik dari segi prasarana maupun pelayanan. Saya melihat haji tahun ini jauh lebih baik dari tahun kemarin. Ini usai saya berdiskusi dan tanya ke beberapa pihak, dari segi prasarana dan pelayanan," ujarnya dalam siaran pers Jumat (12/7/2024).
Namun demikan, ada kabar soal pergeseran atau pembagian kuota haji 2024 sebanyak 241.000 orang (setelah ada tambahan kuota 20.000) jamaah untuk reguler dan khusus yang jadi penyebab terbentuknya Panita Khusus (Pansus) Hak Angket oleh DPR RI, sehingga mengundang beragam tanggapan dari berbagai kalangan.
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Mustolih Siradj menuturkan, bila mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 2019 terutama pada Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 64, sebenarnya apa yang dilakukan oleh Kementerian Agama tidaklah salah.
"Dalam pasal tersebut, pembagian kuota haji normal atau pokok sebenarnya sudah dijalankan oleh kementerian. Termasuk pembagian tambahan kuota haji," katanya.
Kuota haji pokok awalnya sebanyak 221.000 jamaah. Sesuai Pasal 64, kuota itu dibagi menjadi dua, yakni untuk jamaah haji reguler sebanyak 203.320 orang setara 92 persen, sementara jamaah haji khusus sebanyak 17.680 atau setara 8 persen.
Kemudian ada tambahan kuota sebanyak 20.000 jamaah dari Pemerintah Arab Saudi, sehingga totalnya menjadi 241.000 jemaah. Lalu, Pasal 9 menjelaskan, untuk kuota haji tambahan selanjutnya diatur atau ditetapkan oleh menteri agama lewat Peraturan Menteri (Permen).
Sehingga, ketika kuota haji tambahan sebesar 20.000 dibagi rata, sebanyak 10.000 untuk haji reguler (menjadi 213.320) dan 10.000 untuk haji khusus (menjadi 27.680), menurut Mustolih, tidak apa-apa. “Secara regulasi Kemenag tidak menyalahi. Ngunci di situ. Dari aspek regulasi aman,” katanya.
Mustolih yang juga Ketua Komisi Nasional (Komnas) Haji dan Umroh menegaskan, persoalan haji tidak cukup masuk kategori persoalan mendesak, strategis, dan berdampak luas yang menyebabkan situasi sangat serius sehingga perlu ditangani secara komprehensif.
Hal itu bila mengacu pada Undang-Undang MD3 (MPR, DPR, DPRD, DPD). Apalagi kemudian alasan Pansus dinarasikan gara-gara Kemenag mengabaikan kesepakatan dengan Panja DPR.
“Bobotnya kalau ditimbang ya jauh. Kemenag tidak menyalahi regulasi. Tapi kalau kemudian DPR membuat Pansus dengan alasan itu, ya boleh-boleh saja. Tapi kan tidak semua persoalan bisa dipansuskan. Harusnya cukup di Panja, dievaluasi di level-level itu,” ujar dia.
Mustolih menjelaskan, secara substansial ada banyak isu lain yang lebih menggelisahkan publik dan lebih layak untuk di-Pansuskan oleh DPR. Dia pun mencontohkan kasus judi online, penipuan online, kemudian pencurian data pribadi, yang memang membuat gelisah publik secara masif akhir-akhir ini.
“Isu haji ini tidak mencerminkan kegelisahan publik. Tidak masif, tidak terstruktur dan tidak meluas,” kata Mustolih.
Kemudian secara teknis, Pansus juga dipaksa dibuka pada akhir periode. Di sisi lain, masa operasional haji belum selesai karena masih menyisakan 14 hari lagi. Kemudian nanti terbentur masa reses anggota, lalu bulan berikutnya anggota dewan baru juga sudah mulai masuk.
“Masa penyelenggaraan haji belum selesai kok menterinya dipanggil. Jadi saya ragu ini (Pansus) akan tuntas. Pansus ini problematis. Ini akan menjadi pertaruhan reputasi DPR,” tutur dia.
Dalam beberapa waktu belakangan ini, ada beberapa Pansus yang kemudian tidak jelas ending-nya. Contohnya, kata dia, Pansus soal tenaga kerja asing yang menguap begitu saja. Lalu, ada Pansus soal kecurangan pemilu yang tidak jelas terealisasi atau tidak.
"Jadi, dari segi teori boleh-boleh saja DPR membuat Pansus, tapi lebih baik dilihat dulu urgensinya, menyangkut hajat hidup orang banyak atau tidak. “Kalau memang pertimbangannya itu (urgensi), kasus judi online itu lebih urgen,” ujar Mustholih.
Sementara itu, Buya Anwar Abbas menyayangkan, tuduhan miring anggota Tim Pengawas (Timwas) DPR terhadap kinerja petugas haji tahun 2024.
Menurut Buya Anwar, tuduhan itu menunjukkan ketidaktahuan atau kurang literasi anggota Timwas DPR terhadap tahapan penyelenggaraan ibadah haji.
(SAN)