Technology

Produsen Otomotif Nantikan Kejelasan Pemerintah soal Insentif Mobil Hybrid

M Fadli Ramadan 01/08/2024 11:45 WIB

Para produsen otomotif masih terus menantikan kebijakan pemberian insentif mobil hybrid. Bahkan, mereka mendesak pemerintah untuk segera mengambil keputusan.

Produsen Otomotif Nantikan Kejelasan Pemerintah soal Insentif Mobil Hybrid. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Para produsen otomotif masih terus menantikan kebijakan pemberian insentif mobil hybrid. Bahkan, mereka mendesak pemerintah untuk segera mengambil keputusan.

Chief Operating Officer PT Hyundai Motors Indonesia (HMID) Fransiscus Soerjopranoto mengatakan, keputusan tersebut seharusnya bisa dipercepat mengingat angka penjualan mobil di Indonesia saat ini semakin anjlok. Belum lagi para calon konsumen menjadi bersikap wait and see.

"Kami mengharapkan pemerintah segera memberi gambaran yang jelas mengenai ada atau tidaknya peraturan ini (insentif ataupun harmonisasi PPnBM mobil hybrid). Karena saat ini calon pembeli banyak yang bersikap wait and see, karena khawatir setelah mereka membeli mobil, tidak lama kemudian harganya turun," kata Frans dalam keterangan resmi, Kamis (1/8/2024).

Frans mengungkapkan, Hyundai akan mendukung keputusan pemerintah, meski belum memasarkan mobil hybrid di Indonesia. Sebab, kebijakan tersebut dapat membuat masyarakat beralih ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan.

"Wacana pemberian insentif hybrid ini dapat dipahami oleh masyarakat umum sebagai bagian dari melindungi keberadaan industri pabrikan otomotif yang ada saat ini," ujarnya. 

"Hybrid merupakan bagian dari mesin combustion. Jadi tergantung pemerintah apakah akan ‘berlari’ dengan mobil listrik atau ‘berjalan’ dengan membawa mobil hybrid," kata dia.

Senada, Wakil Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam meminta pemerintah mempercepat implementasi insentif mobil hybrid. Menurutnya, segmen antara mobil listrik dan hybrid berbeda, sehingga tidak akan mengganggu kedua pasar.

"Hybrid ini kan bukan barang baru, udah ada 20 tahun lalu. Jadi Indonesia harus (bergerak) cepat agar ekosistemnya ada di Indonesia. Kalau lama, nanti hybrid-nya malah impor semua," kata Bob kepada wartawan di arena GIIAS 2024, ICE BSD City, Tangerang, Kamis (25/7/2024).

Bob menuturkan, pemerintah Indonesia seharusnya berkaca pada Thailand yang memberikan insentif besar pada mobil hybrid. Terlebih, ini merupakan tahap awal untuk masyarakat Indonesia untuk beralih ke kendaraan listrik murni.

"Contoh di Thailand, mudah masuk ke BEV karena masyarakatnya sudah diedukasi dengan hybrid, jadi mereka terbiasa dan ada pengalaman berkendara mobil dengan baterai. Meski baterainya berukuran kecil atau hybrid, setidaknya mereka tuh bisa belajar dan membentuk kesadaran untuk dibangun peace of mind, jadi mereka tidak khawatir," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, kebijakan insentif mobil hybrid masih dalam tahap pembicaraan. Namun, hal tersebut sudah diusulkan kepada Kementerian Keuangan yang berwenang dalam pengambilan keputusan.

"Sekarang kita coba hitung, coba diskusikan dengan internal pemerintah. Akan kami usulkan khususnya untuk hybrid kepada Kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian Keuangan," ucapnya di ICE BSD, Tangerang, beberapa waktu lalu.

Pemerintah Indonesia masih melakukan diskusi terhadap pemberian insentif mobil hybrid. Padahal, ini sangat dinantikan oleh para produsen bahkan calon konsumen yang membuat mereka menahan pembelian.

Selain itu, insentif untuk mobil hybrid sangat diperlukan karena kendaraan jenis ini juga akan mengalami peningkatan pajak hingga 12 persen. Kondisi ini bisa membuat harga mobil hybrid semakin tinggi yang dapat berdampak pada kondisi pasar otomotif di Tanah Air.

Kenaikan pajak itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74/2021, Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPnBM) kendaraan jenis ini akan naik usai adanya realisasi investasi senilai Rp142 triliun dari konsorsium Hyundai dan LG terhadap ekosistem EV.

Dalam beleidnya, dinyatakan PPnBM mobil hybrid yang semula dikenakan 7-8 persen akan naik hingga 10-12 persen. Hal itu akan naik apabila terdapat investasi paling sedikit Rp5 triliun di industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi Battery Electric Vehicle (BEV).

(Dhera Arizona)

SHARE