Technology

Robot Taksi Makin Marak di China, Driver Online Terancam Kehilangan Pekerjaan

Febrina Ratna 09/08/2024 12:00 WIB

Maraknya penggunaan robot taksi di China diproyeksi bakal mengancam pekerjaan supir taksi terutama driver online.

Robot Taksi Makin Marak di China, Driver Online Terancam Kehilangan Pekerjaan. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Industri otomotif semakin canggih dengan teknologi mutakhir. Paling anyar, muncul robot taksi di China yang diproyeksi bakal mengancam pekerjaan supir taksi terutama driver online.

Dengan menjamurnya robotaxi yang dioperasikan oleh raksasa teknologi seperti Baidu, Pony.ai, dan WeRide, para pengemudi yang mengandalkan taksi online sebagai sumber pendapatan semakin khawatir tentang ancaman terhadap pekerjaan mereka.

Salah satunya Liu Yi, warga Wuhan berusia 36 tahun itu merupakan salah satu dari 7 juta pengemudi taksi online di China. Mereka khawatir penggunaan robotaxi yang semakin marak menyebabkannya kehilangan mata pencaharian.

Apalagi setelah dia melihat tetangganya memesan robot taksi dari anak perusahaan Baidu, Apollo Go. Dia meramalkan bakal ada krisis bagi para pengemudi taksi online di Wuhan.

"Semua orang akan kelaparan," katanya seperti dilansir dari Wionews.com, Kamis (8/8/2024).

Dampak robotaxi pada pengemudi taksi online di China sudah terasa. Di Wuhan, Liu dan pengemudi lainnya menyebut kendaraan Apollo Go "lobak bodoh" – plesetan dari nama merek tersebut dalam dialek lokal – dan mengatakan bahwa kendaraan tersebut menyebabkan kemacetan lalu lintas.

Liu juga khawatir tentang pengenalan sistem "Full Self-Driving" Tesla yang akan segera diperkenalkan dan ambisi robotaxi dari produsen mobil tersebut.

Pengemudi lainnya, Wang Guoqiang, 63 tahun, melihat ancaman robotazi terhadap pekerjanya. "Pelayanan taksi daring adalah pekerjaan untuk kelas terendah," katanya, sambil melihat kendaraan Apollo Go parkir di depan taksinya.

"Jika Anda mematikan industri ini, apa yang tersisa untuk mereka lakukan?" ujarnya menambahkan.

Dampak ekonomi dari transisi ke robotaxi telah perhatian pemerintah China, karena layanan taksi daring menyediakan pekerjaan terakhir selama perlambatan ekonomi. Pada bulan Juli, diskusi tentang hilangnya pekerjaan akibat robotaxi melambung ke puncak pencarian media sosial.

Ancaman secara Global

Meski begitu, penyebaran robotaxi di China memang didorong oleh pemerintahnya sebagai upaya pengembangan "kekuatan produktif baru," seperti yang diserukan oleh Presiden Xi Jinping tahun lalu.

Hal ini telah memicu persaingan secara regional, dengan Beijing mengumumkan pengujian di area terbatas pada Juni dan Guangzhou mengatakan akan membuka jalan di seluruh kota untuk uji coba kendaraan tanpa pengemudi tersebut.

Saat ini, ribuan robotaxi memenuhi jalan-jalan di China. Setidaknya 19 kota di China saat ini menjalankan uji robotaxi dan robobus, dengan tujuh kota menyetujui uji coba tanpa monitor pengemudi manusia oleh setidaknya lima pemimpin industri, termasuk Apollo Go, Pony.ai, WeRide, AutoX, dan SAIC Motor.

Apollo Go telah mengumumkan rencana untuk menyebarkan 1.000 robotaxi di Wuhan pada akhir tahun ini dan target beroperasi di 100 kota pada 2030 mendatang.  Sementara Pony.ai, yang didukung oleh Toyota Motor Jepang, berencana memiliki 1.000 robotaxi pada 2026.

Hal itu berbeda dengan dengan Amerika Serikat (As) yang masih lebih hati-hati dalam mengambil keputusan terhadap robotaxi. Terlebih lagi sempat terjadi insiden adanya kecelakaan.

Untuk AS, pengembang robotaxi menghadapi pengawasan yang lebih ketat dan rintangan yang lebih tinggi, dengan Waymo milik Alphabet menjadi satu-satunya perusahaan yang mengoperasikan robotaxi tanpa awak yang menarik biaya.

Meski begitu, ancaman kehilangan pekerjaan akibat teknologi kecerdasan buatan (AI) pun semakin nyata, terutama bagi para pengemudi taksi online di seluruh dunia.

(Febrina Ratna)

SHARE