Dari sisi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), BRI mencatatkan total DPK sebesar Rp1.290,29 triliun atau tumbuh 13,21% secara tahunan. Sunarso mengatakan, penopang utama DPK BRI masih bersumber dari dana murah (CASA) dengan porsi mencapai 63,64% atau sebesar Rp821,14 triliun dengan pertumbuhan tertinggi berasal dari giro BRI yang tumbuh sebesar 28,12% secara tahunan.
“Kinerja ini tak terlepas dari strategi perseroan yang fokus pada optimalisasi value chain melalui wholesale transaction banking dan digitalisasi wholesale transaction banking dengan platform QLola yang mengintegrasikan berbagai fitur unggulan, yaitu Cash Management, Trade Finance, Supply Chain Management, Foreign Exchange (Forex), Investment Services, dan Financial Dashboard,” jelas Sunarso.
Lebih lanjut, kemampuan BRI dalam menyalurkan kredit juga didukung dengan lisio Loan to Deposit Ratio (LDR) bank yang terjaga di level 87,76% dan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 27,48% atau jauh di atas ketentuan regulator.
Sunarso menilai, dengan likuiditas yang memadai dan permodalan yang kuat tersebut, maka akan semakin memperkuat kemampuan perseroan dalam mengantisipasi seluruh risiko utama yang terjadi dalam pengelolaan bank.
“Serta akan semakin memperkokoh pertumbuhan bisnis BRI melalui penyediaan jasa layanan keuangan, pembiayaan dan pemberdayaan UMKM,” ujar dia.
(SLF)