sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Perbankan Filipina Siap Bertahan di Tengah Gejolak Sistem Keuangan Global

Banking editor Kunthi Fahmar Sandy
05/04/2023 15:03 WIB
Filipina tetap waspada dan mencari tanda-tanda inflasi bulanan untuk memberikan keyakinan kepada publik bahwa perkiraan BSP untuk inflasi rata-rata 2,9%
Perbankan Filipina Siap Bertahan di Tengah Gejolak Sistem Keuangan Global (FOTO:MNC Media)
Perbankan Filipina Siap Bertahan di Tengah Gejolak Sistem Keuangan Global (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Pada saat Asia khawatir akan terulangnya krisis global 2008, Filipina memberikan harapan bahwa mereka memiliki posisi yang lebih baik daripada yang diperkirakan sebelumnya untuk menahan guncangan dari Barat dan tetap melanjutkan siklus pengetatan moneter dalam dua dekade terakhir.

Gubernur Bank Sentral Filipina, Felipe Medalla, mengatakan Filipina tetap waspada dan mencari tanda-tanda inflasi bulanan untuk memberikan keyakinan kepada publik bahwa perkiraan BSP untuk inflasi rata-rata 2,9% sangat mungkin terjadi, di sela-sela forum Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara di Bali, Indonesia.

"Sistem perbankan Filipina siap untuk menahan goncangan dari gejolak perbankan di luar negeri,” kata Medalla melalui laman Forbes, Selasa (04/04/2023).

Diketahui melalui laman Forbes, Selasa (04/04/2023), Medalla telah mengumpulkan informasi intelijen dari rekan-rekan di kawasan ASEAN lainnya di Bali mengenai risiko-risiko dari masalah-masalah perbankan di Barat, yaitu runtuhnya Silicon Valley Bank dan Signature Bank yang berbasis di New York serta Credit Suisse yang harus diselamatkan oleh UBS.

"Pertanyaan besarnya adalah apakah kita sedang mengalami gemuruh awal kepanikan perbankan dan krisis kredit gaya 2008 yang akhirnya menyedot seluruh dunia. Pesan dari pasar minggu ini secara umum optimis, namun tidak dapat dipungkiri bahwa krisis 15 tahun yang lalu membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk berkembang dengan baik,” kata ekonom Louis Gave dari Gavekal Research melalui laman Forbes, Selasa (04/04/2023).

Chang Wei Lang, ahli strategi valuta asing dan kredit di DBS, berpendapat bahwa risiko penularan antar bank dari AS dan Eropa dinilai cukup kecil untuk bank-bank di Filipina dan bank-bank lain di Asia yang tidak terlalu bergantung pada pendanaan luar negeri.

Di Malaysia sendiri, Gubernur Bank Sentral bernama Nor Shamsiah Mohd Yunus menyebut bahwa dampak kenaikan suku bunga masih terkendali sejauh ini, walau adanya tanda pengetatan telah berlebihan.

"Ini adalah tindakan penyeimbangan yang rumit. Kami harus tetap gesit dan merespons setiap perubahan,” katanya.

Tim Federal Reserve Jerome Powell di Washington tampaknya akan melanjutkan siklus pengetatan yang paling agresif sejak pertengahan 1990-an. Mereka menambahkan 25 basis poin ke suku bunga dana Fed pada 22 Maret dan membawanya ke kisaran 4,75% hingga 5%, bahkan di tengah-tengah kekhawatiran akan SVB, Credit Suisse, dan kekhawatiran akan institusi lain yang mengalami masalah.

Maka dari itu, tentu saja faktor risiko terbesarnya adalah kenaikan suku bunga AS dan hal tersebut membuat Asia berada dalam posisi yang sulit. Namun, kabar baiknya adalah banyak bank-bank di Asia yang memiliki permodalan yang cukup baik dibandingkan tahun 1997 dan 2008.

"Kami memiliki cukup alat dan alat utama kami, suku bunga, tidak memiliki efek yang tidak diinginkan untuk menghancurkan neraca bank atau secara signifikan mengurangi pertumbuhan PDB,” kata Gubernur BSP Medalla melalui laman Forbes, Selasa (04/04/2023).




(Penulis Fidya Damayanti magang)


(SAN)

Advertisement
Advertisement