IDXChannel - Singapura, salah satu negara yang optimis bisa hidup berdampingan dengan covid-19, dan menganggap covid sebagai penyakit biasa seperti layaknya influenza. Namun nampaknya impian tersebut terancam sirna setelah covid varian delta melanda negara tersebut.
Ketua Satuan Tugas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban mengungkapkan Singapura yang sudah merencanakan hidup berdampingan dengan Covid-19 kini kembali terancam oleh kenaikan kasus akibat varian Delta.
Namun, baru-baru ini kata Zubairi, terjadi penambahan lonjakan sebesar 1.012 kasus baru Covid-19. Ini tercatat tertinggi sejak April 2020 lalu. “Delta mengancam rencana “hidup dengan Covid-19” ala Singapura: Muncul 1.012 kasus baru. Tertinggi sejak April 2020,” katanya lewat sosial media pribadinya, Senin (20/9/2021).
Zubairi mengatakan lonjakan kasus terjadi akibat adanya klaster Covid-19 yang berasal dari pusat belanja, tempat kerja, hingga stasiun. “Klaster berasal dari pusat belanja, tempat kerja, hingga stasiun,” paparnya.
Kini, kata Zubairi, kebutuhan oksigen untuk pasien Covid-19 pun meningkat sejalan dengan tingkat bed occupancy ratio (BOR) di Singapura yang meningkat meskipun belum dinyatakan krisis. “Pasien yang butuh oksigen meningkat. RS diklaim belum krisis,” katanya.
Zubairi mengatakan situasi Covid-19 di Singapura mirip dengan Israel. Dimana di negara itu sempat dinyatakan sebagai negara yang paling aman dari Covid-19, kini harus dihantam lonjakan kasus. “Situasinya (di Singapura) mirip Israel.”
Sebelumnya, Zubairi pun telah mengingatkan agar Indonesia waspada dan berkaca dari penanganan Covid-19 di negara lain. Selain itu, dia mengingatkan untuk mempersiapkan kapasitas layanan kesehatan untuk mengelola potensi lonjakan kasus.
“Kita harus mempersiapkan juga kapasitas layanan kesehatan untuk mengelola lonjakan kasus di masa depan. Mitigasi ini harus ada,” kata Zubairi.
Kasus Covid-19 di Tanah Air yang mulai membaik, kata Zubairi, harus dijadikan momentum untuk mempersiapkan transisi namun tidak boleh menurunkan kewaspadaan.
“Saya rasa situasi yang membaik ini momentum yang pas untuk mempersiapkan transisi. Ya syaratnya harus ada koordinasi yang solid semua pihak dan tidak boleh menurunkan kewaspadaan. Kalau longgarnya kebablasan, bisa-bisa malah menjadi hiperendemi, alih-alih menuju endemi,” tutup Zubairi. (RAMA)