“Jadi transisi kelembagaannya gini, jadi mungkin nanti Kementerian BUMN itu dalam jangka pendek atau menengah itu mungkin nanti akan lebih diarahkan pada fungsi sebagai pembuat kebijakan, policy making, sebagai regulator,” tutur Toto.
Di lain sisi, Indonesia Investment Authority (INA) juga berada di bawah BP Danantara. Soal tugasnya, INA fokus pada investasi aset yang punya kredibilitas tinggi atau BUMN yang blue chip, merujuk pada saham perusahaan besar yang punya reputasi kuat, kondisi keuangan yang stabil, dan rekam jejak pertumbuhan yang konsisten.
“Nah sementara INA sendiri, Indonesia Investment Authority, itu menurut saya nanti kondisinya bisa ada di bawah BP Danantara sebetulnya. Jadi nanti tinggal dibagi saja, misalnya INA itu akan lebih fokus pada investasi-investasi aset yang kira-kira memang punya kredibilitas tinggi,” katanya.
Sementara, BP Danantara lebih pada BUMN yang dikelola di luar INA. Misalnya BUMN yang masih menjalankan public service obligation (PSO). Misalnya, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).
“Tapi secara keseluruhan induknya adalah di bawah BP Danantara sebagai pengelola BUMN secara keseluruhan dalam jangka panjang. Dan juga menurut saya, nanti fungsinya juga bisa diperluas, bukan hanya sebagai pengelola BUMN tadi fully komersial atau juga ada sebagian yang masih ada PSO,” kata Toto.
(DESI ANGRIANI)