IDXChannel - Pemeringkat kredit Moody's mengungkapkan adanya risiko dari tumpukan utang China, di mana negara tersebut kini bergulat dengan perlambatan ekonomi dan krisis properti.
Moody's mengeluarkan peringatan tersebut seiring dengan penurunan prospek utang pemerintah menjadi negatif, dari sebelumnya pada outlook stabil. Adapun China membantah penilaian tersebut dan menyebut perekonomiannya tangguh.
Negeri Tirai Bambu ini juga mengisyaratkan rencana meningkatkan belanja stimulus, sebagai upaya untuk memerangi melonjaknya pengangguran kaum muda, melemahnya permintaan global yang berdampak pada industri manufaktur, dan memperparah kesengsaraan di sektor properti.
Namun, sebagaimana diketahui, beberapa perusahaan konstruksi terbesar di China telah menghadapi kebangkrutan dan menghentikan pembangunan, sehingga pelanggannya terlantar.
Pemerintah daerah, yang telah meminjam miliaran dolar untuk membangun infrastruktur dan mengandalkan penjualan tanah untuk menghasilkan pendapatan, juga berada dalam tekanan.
Moody's mengatakan dukungan yang diharapkan dari pemerintah daerah dan badan usaha milik negara lainnya menghadirkan "risiko penurunan yang luas terhadap kekuatan fiskal, ekonomi dan kelembagaan Tiongkok".
Prospek negatif ini merupakan tanda bahwa Moody's akan menurunkan peringkat kredit China, yang digunakan oleh investor untuk membantu menilai risiko yang terkait dengan investasi pada obligasi dan utang lainnya, serta membantu memberikan informasi bagaimana pemberi pinjaman menetapkan suku bunga.
AS, yang pinjaman nasionalnya melonjak, merupakan salah satu negara yang menghadapi penurunan peringkat utang dalam beberapa tahun terakhir.
Namun untuk saat ini, Moody's tetap mempertahankan peringkat A1 untuk utang nasional jangka panjang China, masih termasuk peringkat kuat yang sedikit lebih rendah dibandingkan peringkat AS dan Inggris.
Kementerian Keuangan China mengatakan prospek jangka panjang negaranya tidak berubah, dan diharapkan mampu mengelola dampak perlambatan sektor properti.
"Ekonomi makro Tiongkok terus pulih dan pembangunan berkualitas tinggi terus mengalami kemajuan," demikian pernyataan Kementerian Keuangan China dilansir BBC, Rabu (6/12/2023).
"Moody's tidak perlu khawatir terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan keberlanjutan fiskal," lanjut pernyataan tersebut.
Setelah berpuluh-puluh tahun perekonomiannya tumbuh lebih dari 8% per tahun, China berada di jalur pertumbuhan sebesar 5,4% tahun ini. Namun, pertumbuhan kemungkinan akan melambat menjadi 3,5% pada 2028, menurut perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF).
Lembaga ekonomi internasional telah memperingatkan bahwa perlambatan di China akan membebani perekonomian global di tahun-tahun mendatang, terutama bagi kawasan Afrika Sub-Sahara yang mendapat suntikan investasi dari China. (NIA)