"Stok beras Bulog (saat ini) mendekati 1,6 juta ton. Sampai akhir tahun (ada tambahan) 400 ribu ton. Nanti semua masuk dikurangi bantuan 600 ribu ton. Jadi masih ada 1,4 juta ton," ucapnya.
Meski stok melimpah, nyatanya harga beras di dalam negeri diprediksi masih akan mengalami kenaikan. Hal tersebut seiring menipisnya stok beras.
Pengamat Pangan Universitas Pertanian Bogor (IPB) Sahara mengatakan, kemarau panjang yang disebabkan El Nino paling berpengaruh terhadap penurunan produktivitas petani dalam negeri. Bahkan produksi beras sepanjang tahun ini bakal berkurang sekitar 1,5 juta ton.
Di satu sisi, pemerintah kerap mendatang beras untuk menutup kebutuhan dalam negeri. Sedangkan negara yang menjadi langganan impor seperti India juga mulai menutup pintu ekspor, padahal India berkontribusi dalam pengadaan beras nasional sebesar 27%.
"Kenaikan harga beras itu diduga akan tetap terjadi, mengingat India sebagai negara eksportir beras itu menurun sehingga akan terus mendorong harga beras di dunia," kata dia dalam Market Review IDXChannel, Senin (4/9/2023).
Dia menilai, adanya fenomena kelangkaan beras karena produksi dan stok menipis bakal memunnculkan pihak-pihak yang melakukan penimbunan beras, yang akan menjualnya ketika harganya naik.
Mengantisipasi hal tersebut, Sahara berharap pemerintah untuk bisa melakukan intervensi pasar. Dengan demikian, masyarakat tidak menhalami kelangkaan beras dan tidak terjadi penimbunan.
"Penting sekali bagi pemerintah untuk mewaspadai potensi terjadinya penimbunan karena beras ini kan komoditas pokok, ketika harga meningkat, jangan sampai ada orang yang melakukan penimbunan," tutur Sahara.
Menurutnya, konsumsi beras dalam negeri tergolong cukup besar, bahkan sekitar 82 kilogram per kapita per tahun, dengan jumlah penduduk sekitar 256 juta orang. Karena itu, pemerintah perlu menyiapkan cadangan beras yang cukup besar. (ADF)