IDXChannel - Pada 2022, Nestle melaporkan laba bersih yang lebih lemah dari yang diharapkan. Grup makanan terbesar di dunia tersebut merespons biaya bahan baku yang lebih tinggi dengan menaikkan harga untuk pelanggan.
Pembuat coklat batangan KitKat dan kopi instan Nescafe mengatakan laba bersih yang diatribusikan kepada pemegang saham turun menjadi CHF9,3 miliar atau Rp153 trilliun pada 2022. Konsensus para analis sebelumnya memproyeksikan laba bersih sebesar CHF11,6 miliar atauRp190.8 triliun.
Setahun sebelumnya, laba bersih mencapai CHF16,9 miliar atau Rp278 triliun. Nestle saat itu memperoleh keuntungan besar dari penjualan sebagian sahamnya di L'Oreal.
Industri makanan kemasan telah menaikkan harga untuk mengatasi lonjakan biaya berbagai bahan bakul mulai dari kakao dan minyak bunga matahari hingga gandum.
Industri ini masih berjuang melawan masalah rantai pasokan selama pandemi dan kenaikan biaya bahan baku setelah Rusia menginvasi Ukraina. Krisis di Ukraina meningkatkan harga energi dan komoditas lainnya.
Pemimpin eksektuf Mark Schneider mengakui kondisi yang sulit bagi konsumen.
"Tahun lalu membawa banyak tantangan dan pilihan sulit bagi keluarga, komunitas, dan bisnis. Inflasi melonjak ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, tekanan biaya hidup meningkat, dan dampak ketegangan geopolitik dirasakan di seluruh dunia,” kata Schneider, seperti dilansir Reuters pada Kamis (16/2/2023).
Nestle mengatakan pertumbuhan organiknya mencapai 8,3 persen pada 2022, lebih lemah dari perkiraan sebelumnya sebesar 8,6 persen. Nestle telah menargetkan pertumbuhan organik sebesar 8 persen untuk tahun ini.
"Pertumbuhan organik solid, margin tetap tangguh, dan pengembangan laba per saham dasar kami kuat,” kata Schneider.
(WHY)