"Diestimasikan bahwa penjualan SAF secara domestik dan ekspor dapat menciptakan keuntungan lebih dari Rp12 triliun per tahunnya. Selain itu, pengembangan industri SAF juga akan menjadi pintu masuk investasi kilang biofuel lebih lanjut dari swasta maupun BUMN," lanjutnya.
Indonesia, diprediksi Luhut, akan menjadi pasar penerbangan terbesar ke-4 di dunia. Hal itu melihat aspek geografis Indonesia juga sebagai negara kepulauan. Bahkan diasumsikan kebutuhan bahan bakar pesawat tembus 7.500 ton liter hingga tahun 2030.
"Oleh karena itu, intervensi untuk mengurangi emisi karbon menjadi penting. Dari berbagai data dan kajian, bisa saya simpulkan bahwa SAF adalah solusi paling efektif untuk mewujudkan masa depan penerbangan yang ramah lingkungan di Indonesia," kata Luhut.
"Sehingga upaya menciptakan Bahan Bakar Aviasi Ramah Lingkungan (SAF) ini bukan hanya menjadi inovasi semata, melainkan suatu komitmen dalam upaya mengurangi emisi karbon global," pungkasnya.
(SAN)