sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Mengintip Ekonomi Rusia saat Putin Kembali Menangi Pilpres

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
18/03/2024 16:11 WIB
Presiden Vladimir Putin bersiap untuk kembali memimpin Rusia hingga  2030.
Mengintip Ekonomi Rusia saat Putin Kembali Menangi Pilpres. (Foto: MNC Media)
Mengintip Ekonomi Rusia saat Putin Kembali Menangi Pilpres. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Presiden Vladimir Putin bersiap untuk kembali memimpin Rusia hingga  2030.

Dalam gelaran pemilihan presiden (pilpres) yang digelar 17 Maret 2024, Putin hapir dipastikan menang telak dengan 87,3 persen suara, menurut hasil awal yang dilaporkan pada Minggu kemarin oleh Komisi Pemilihan Umum Pusat Rusia (CEC).

Dengan ini, Putin resmi menggenggam kekuasaan di negara yang ia pimpin sejak pergantian abad ini.

Putin menjadi pemimpin terlama di Rusia sejak diktator Soviet Joseph Stalin, ia akan berkuasa selama tiga dekade penuh.

"Kemenangan ini memberikan kita kesempatan untuk mengonsolidasikan masyarakat Rusia agar bertambah kuat," kata Putin dalam pidato kemenangannya, Senin (18/3/2024).

Kemenangan Putin telah diprediksi sejak jauh hari. Sebelum pemilu, dia telah menyiapkan rencana ekonomi untuk enam tahun ke depan, termasuk akselerasi pembangunan infrastruktur.

“(Kita harus) mempersiapkan tidak hanya rancangan anggaran untuk tiga tahun ke depan tetapi juga menyusun semua pengeluaran dan investasi besar untuk periode hingga 2030,” katanya dalam sebuah rapat bulan lalu.

“Kita perlu merancang rencana keuangan untuk enam tahun ke depan yang tentu saja akan kita lengkapi dengan sejumlah inisiatif baru," lanjutnya.

Putin mengatakan sebagian utang daerah akan dihapuskan dan lebih banyak dana akan diarahkan ke daerah, termasuk dana infrastruktur senilai USD2,75 miliar per tahun.

“Di tengah masa sulit, meskipun ada cobaan dan tantangan, kami mennyiapkan rencana jangka panjang. Ini adalah perilaku negara yang kuat dan berdaulat yang menatap masa depan dengan penuh percaya diri," ujarnya dalam rapat itu.

Anomali Pertumbuhan Ekonomi

Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, Dewan Keamanan telah mengadopsi 10 paket sanksi terhadap Rusia dan Belarus.

Sanksi tersebut bertujuan untuk melemahkan kemampuan Rusia dalam membiayai perang dan secara khusus menargetkan elit politik, militer, dan ekonomi yang bertanggung jawab atas invasi tersebut.

Tindakan pembatasan ini tidak menargetkan masyarakat Rusia. Itulah sebabnya bidang-bidang seperti pangan, pertanian, kesehatan, dan obat-obatan tidak termasuk dalam tindakan pembatasan yang diberlakukan.

Sebelumnya, indikator ekonomi menunjukkan bahwa tindakan pembatasan yang dilakukan di Eropa dan negara lain terhadap Rusia berdampak pada perekonomian Rusia.

Menurut Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), tahun 2022 merupakan tahun yang buruk bagi perekonomian Rusia.

Pada 2022, produk domestik bruto (PDB) Rusia turun sebesar 2,1 persen.

Perekonomian Rusia juga diprediksi menyusut pada 2023. PDB Rusia diperkirakan turun sebesar 2,5 persen dalam skenario terburuk (OECD) atau sebesar 0,2 persen menurut Bank Dunia. IMF memperkirakan pertumbuhan pada tahun 2023 sebesar 0,7 persen.

Namun kenyataan berkata lain, ekonomi Rusia telah mencatat pertumbuhan yang kuat sejak kontraksi pada tahun 2022, melampaui perkiraan banyak ahli.

Rosstat, badan statistik nasional Rusia, melaporkan tingkat pertumbuhan ekonomi Rusia sebesar 3,6 persen pada tahun 2023, sementara Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan sekitar 3 persen.

Oleh karena itu, IMF telah merevisi perkiraannya untuk tahun 2024 menjadi 2,6 persen mengingat kinerja ekonomi Rusia yang kuat pada tahun lalu.

“Menarik untuk dicatat bahwa pertumbuhan Rusia bahkan melampaui perkiraan paling optimistis, termasuk perkiraan lembaga-lembaganya sendiri,” kata Igor Delanoë, wakil direktur Observatorium Perancis-Rusia mengutip France 24.

Sanksi Ekonomi Tidak Efektif?

Rusia juga terus memperoleh manfaat dari pendapatan yang diperoleh dari minyak dan gas (migas).

“Meskipun turun dari puncaknya pada tahun 2022, harga hidrokarbon dunia tetap tinggi, memungkinkan Rusia, meskipun ada sanksi, memperoleh pendapatan ekspor yang besar,” kata Vercueil.

Meskipun menjadi produsen minyak terbesar ketiga di dunia – setelah Amerika Serikat dan Arab Saudi – dan produsen gas alam terbesar kedua, Rusia mengalami penurunan pendapatan hidrokarbon sebesar 24 persen pada tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya.

Penurunan ini akibat sanksi Barat dan berkurangnya ekspor ke Eropa. Negara ini berharap untuk melihat pemulihan pada tahun 2024 dengan meningkatkan ekspornya ke China dan India.

Surplus perdagangan Rusia juga dilaporkan menyusut menjadi USD7,8 miliar pada Januari 2024 dari USD9,5 miliar S pada bulan yang sama tahun sebelumnya, yang merupakan angka terendah sejak Juli 2023.

Ini karena ekspor turun lebih cepat dibandingkan impor. Ekspor turun 14,1 persen menjadi USD28,9 miliar dari USD33,6 miliar pada Januari 2023. Sementara itu, impor turun lebih lambat sebesar 12,6 persen menjadi USD 21 miliar dari USD 24,1 miliar. (Lihat grafik di bawah ini.)

Neraca Dagang Rusia hingga Januari 2024

Pemulihan perekonomian Rusia ini terjadi bersamaan dengan peningkatan besar-besaran dalam belanja publik, khususnya belanja militer. Pemerintah Rusia bahkan berencana menghabiskan USD119 miliar untuk pertahanan pada tahun 2024, meningkat hampir 90 persen dari tahun 2021.

Selain meningkatkan produksi senjata, perang di Ukraina telah membantu mengangkat sektor industri lainnya.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement