"Soal reshuffle kabinet memang menjadi hak istemewa presiden. Rakyat hanya mengusulkan agar kementerian diduduki orang-orang yang tepat dan mampu mengeksekusi program yang bermanfaat bagi rakyat," katanya.
Siti menjelaskan, yang diperlukan saat ini adalah kabinet yang mampu bekerja untuk rakyat dan kemajuan Indonesia. Terkait momentum reshuffle dalam waktu dekat, Siti menyebut hal itu menyesuaikan kebutuhan dan waktu yang kontekstual, terlebih perlu mempertimbangkan aspek politik.
"Karena menteri itu jabatan politik, mau tidak mau pertimbangan politik mengedepan. Meskipun demikian tetap saja presiden memilki keleluasan untuk memilih menteri. Karena pada akhirnya yang akan mempertanggungjawabkan kinerja pemerintahan kepada rakyat adalah Presiden," ucap wanita peraih gelar Ph.D Ilmu Politik dari Curtin University, Perth, Australia itu.
Selain itu, masalah impor yang menimbulkan kontroversi, lanjut Siti, juga perlu dievaluasi, karena bisa menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Termasuk juga di bidang politik dan pemerintahan yang menimbulkan kegaduhan, terlebih keteribatan KSP dalam Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat di Deliserdang bulan lalu.
"Di era disrupsi yang penuh dengan ketidakpastian ini sangat bijak bila presiden memikirkan dampak-dampak negatif yang bakal muncul jika merekrut orang-orang yang tidak kompeten," pungkas wanita kelahiran Jember itu. (TYO)