Kemenparekraf/Baparekraf sendiri melakukan beberapa upaya untuk mencegah terjadinya korupsi. Di antaranya adalah kolaborasi, pengawasan, dan akuntabilitas antara pemilik kegiatan dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP); pelaporan kinerja secara elektronik dengan aplikasi E-Performance; dan penyederhanaan struktur organisasi dengan penyetaraan jabatan fungsional dari eselon III dan IV menjadi fungsional.
Selain itu pelayanan informasi publik yang terpusat yang dikelola oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID); pelaksanaan reformasi birokrasi yang terstruktur dan sistematis dengan keterlibatan seluruh pegawai; serta melaporkan setiap gratifikasi baik yang ditolak maupun yang diterima ke Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Kementerian dan Badan.
Foto: Kemenparekraf
Sementara itu, Joko Widodo dalam sambutannya mengatakan bahwa korupsi merupakan ekstra ordinary crime yang mempunyai dampak luar biasa. Oleh sebab itu, harus ditangani secara ekstra ordinary. Dilihat dari jumlah kasus yang ditangani aparat penegak hukum jumlahnya juga termasuk luar biasa. Namun, jangan lantas berpuas diri.
Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia, ranking indeks persepsi korupsi Indonesia di tahun 2020, masih perlu diperbaiki. Singapura berada pada ranking ketiga, Brunei Darussalam ranking 35, Malaysia ranking 57, dan Indonesia masih ranking 102, sehingga bangsa ini perlu bekerja keras untuk memperbaiki indeks persepsi korupsi ini.
Sementara, dari data yang diperoleh BPS mengenai indeks perilaku antikorupsi di kalangan masyarakat Indonesia menunjukkan hasil yang terus naik dan membaik tiap tahunnya. Di tahun 2019 berada di angka 3,7. Tahun 2020 di angka 3,84 tahun. Dan tahun 2021 di angka 3,88.