IDXChannel - PT Pupuk Indonesia (Persero) memiliki ambisi untuk menjadi pemain utama blue amonia dan green amonia di Asia. Ke depan, kedua jenis ammonia ini sangat dibutuhkan untuk keperluan energi ramah lingkungan dunia.
Pemanfaatan energi ramah lingkungan juga sejalan dengan upaya perusahaan untuk mengurangi emisi karbon atau dekarbonisasi. Direktur Utama Pupuk Indonesia, Bakir Pasaman, menyebutkan volume perdagangan amonia saat ini mencapai 21 juta ton di seluruh dunia.
Namun, pada 2030 volume perdagangan ammonia untuk sumber energi diprediksi mencapai 30 juta ton. “Seluruh dunia mulai memikirkan untuk memproduksi, baik green maupun blue ammonia,” ujar Bakir Kamis (25/8/2022).
Menurutnya, pemanfaatan energi ramah lingkungan ini juga harus dioptimalkan kedepannya. “Green energy ini yang sangat menarik, artinya sebagai pemain amoniak tentunya kita menjadi leading sector di Indonesia, atau di wilayah Asia sebagai produsen blue ammonia maupun green ammonia,” ungkap Bakir.
Selain berpotensi menjadi pemain utama di Asia, pengembangan blue dan green amonia sebagai sumber energi ramah lingkungan, mendorong perusahaan mendukung target penurunan emisi karbon. Untuk mewujudkan hal tersebut Pupuk Indonesia sudah melakukan berbagai macam kerja sama.
Dari sisi peta jalan atau roadmap, Pupuk Indonesia menargetkan pada 2023-2030 mulai memanfaatkan sumber energi terbarukan, sekaligus mengurangi emisi. Adapun sumber energi tersebut berasal dari hydropower yang diperoleh dari PT PLN (Persero).
Sumber energi ini mulai menggantikan pemakaian minyak atau gas bumi sebagai sumber pembangkit listrik pada pabrik pupuk. “Itu sudah ada di pabrik Pupuk Kujang dan Petrokimia Gresik. Tahun depan akan diterapkan mulai dari Pusri Palembang, Pupuk Kaltim, dan Pupuk Iskandar Muda. Ini yang bisa kita lakukan dalam short term,” jelas Bakir.
Selain itu, Pupuk Indonesia juga akan melakukan revamping atau pengembangan pabrik pupuk untuk meningkatkan efisiensi energi dan penurunan emisi karbon, serta pengembangan green ammonia dengan memanfaatkan pabrik eksisting. Tidak hanya itu, emisi karbon juga akan dimanfaatkan untuk pengembangan produk Soda Ash yang bermanfaat sebagai bahan baku bagi industri kaca, keramik, dan sebagainya.
“Kita coba memulai menghilangkan CO2 dengan mengonversi ke dalam bentuk lain, misalnya soda ash yang bahan bakunya itu adalah carbon dioxide, ini bisa kita konversi menjadi soda ash dan bisa mengurangi emisi CO2, dan kita mengurangi energi yang berlebihan sehingga karbon yang dibuang menjadi lebih sedikit,” kata dia.
Selanjutnya, pada jangka menengah atau periode 2030-2040, Pupuk Indonesia mulai mengembangkan blue ammonia. Adapun karbon yang terbentuk dari proses produksi amonia ini dapat diinjeksikan ke dalam tanah melalui Carbon Capture Storage (CCS). Injeksi karbon akan lebih efisien jika dilakukan pada reservoir sumur minyak maupun gas tua di Indonesia. Pupuk Indonesia sendiri sudah melakukan studi dengan sejumlah perusahaan dari Jepang untuk hal tersebut.
Strategi yang ketiga dilakukan pada periode 2040-2050 atau jangka panjang. Bakir mengungkapkan pihaknya akan melakukan pengembangan pabrik baru green ammonia dengan skala komersial yang diproduksi menggunakan sumber energi terbaru seperti pembangkit tenaga air atau hydro power dan geothermal.
Bakir menyebut banyak perusahaan di dunia sudah mulai mengembangkan green dan blue ammonia. Ammonia sendiri merupakan media untuk mendistribusikan hidrogen sebagai sumber energi masa depan.
Oleh karena itu, dia berharap Pupuk Indonesia grup bisa menjadi pemain utama di sektor ini. Bakir optimis dapat menangkap peluang ini, karena Pupuk Indonesia memiliki fasilitas dan sangat berpengalaman dalam pengelolaan produksi dan penyimpanan amonia.
(FRI)