Inflasi harga konsumen inti juga naik 3,6% year on year (yoy), terbesar sejak Februari 1982. Bahkan angka ini lebih tinggi dari perkiraan 3,5% dan di atas target 2% Bank of Japan (BoJ) untuk tujug bulan berturut-turut.
Secara bulanan, inflasi harga konsumen ini naik 0,6% di bulan Oktober, kenaikan tertajam sejak April 2014, setelah sebelumnya naik 0,3% di bulan September.
Di sektor manufaktur, produksi industri di Jepang turun 2,6% month to month (mtm) pada Oktober. Setelah sebulan sebelumnya mengalami penurunan 1,7%. Ini adalah penurunan output industri selama dua bulan berturut-turut, terutama terbebani oleh mesin produksi yang terkontraksi 5,4%, meningkat dibanding bulan sebelumnya yang mengalami kontraksi hanya 1,8%.
Produksi suku cadang dan perangkat elektronik juga terkontraksi 4,1% dibanding bulan sebelumnya yang bertumbuh 0,4%.
Secara yoy, hasil industri tumbuh sebesar 3,7% di bulan Oktober, dan merupakan paling sedikit dalam tiga bulan, jauh lebih lemah dibanding bulan September dengan kenaikan 9,6%.
Sebagai negara yang terkenal dengan industri manufakturnya, berbagai data terbaru ini tentu menggambarkan pelemahan nyata aktivitas bisnis Jepang. Ini merupakan sinyal kurang menggembirakan bagi pasar global.
Kabar pasar saham utama Jepang pun juga kurang menggembirakan. Indeks Nikkei 225 turun 1,8% menjadi sekitar 27.720 pada hari Jumat (2/12) pada perdagangan pembukaan. Angka ini menjadi level terendah dalam tiga minggu dan melanjutkan penurunan dalam minggu ini, dengan semua sektor diperdagangkan di wilayah negatif.
Saham perawatan kesehatan dan konsumen disinyalir memimpin penurunan ini, dengan kerugian dari Eisai Co turun 2,4%, Takeda Pharmaceutical turun 2%, Olympus turun 3,6%, Sony Group turun 1,8% dan Nintendo turun 1,8%.
Indeks saham kelas berat lainnya juga turun, termasuk SoftBank Group turun 0,5%, Fast Retailing turun 0,6%, Toyota Motor turun 1,9%, Nippon Yusen turun 1,9% dan Keyence turun 2,8%. (ADF)