Sebabnya, karena sistem komputer yang kurang mumpuni, saat itu perkembangan teknologi memang terbatas. Program yang digunakannya di First Boston pun kurang canggih untuk mengukur dampak risiko pada tiap variabelnya, termasuk perubahan suku bunga.
Dari situ, Fink menyusun strategi investasi baru, termasuk mengembangkan perangkat lunak—yang kelak dinamai Aladdin—untuk melacak dan mengelola portofolio investasi secara mendetail. Aladdin digunakan dalam divisi managemen risiko di Blackrock.
Blackrock juga menyediakan layanan investasi dengan manajemen risiko tingkat tinggi. Fink bersikeras untuk tidak menempatkan modal pada instrumen yang risikonya tidak diketahui secara pasti dan mendetail.
Kini, di bawah kepemimpinan Fink, Blackrock sukses menjadi perusahaan investasi terbesar di dunia dengan dana kelolaan yang fantastis. Semua berkat kegigihan dan kesediaan Fink untuk kalah dan belajar dari kekalahannya sendiri.
Itulah cerita inspirasi bertema bangkit dari kegagalan secara singkat yang menarik untuk disimak. (NKK)