sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Digempur Sentimen Global, Rupiah Lesu Rp16.080 per USD 

Market news editor Anggie Ariesta
13/05/2024 15:38 WIB
Nilai tukar (kurs) Rupiah pada perdagangan hari ini ditutup melemah 34 poin atau 0,21% ke level Rp16.080 per USD.
Digempur Sentimen Global, Rupiah Lesu Rp16.080 per USD (foto mnc media)
Digempur Sentimen Global, Rupiah Lesu Rp16.080 per USD (foto mnc media)

IDXChannel - Nilai tukar (kurs) Rupiah pada perdagangan hari ini ditutup melemah 34 poin atau 0,21% ke level Rp16.080 per USD dibandingkan perdagangan sebelumnya pada Rp16.046. 

Berdasarkan data Bloomberg, Rupiah sempat dibuka pada level Rp16.078 per USD.

Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS dipengaruhi sebagian besar pedagang yang bias terhadap greenback menjelang data indeks harga produsen untuk April, sedangkan data indeks harga konsumen akan menjadi fokus utama, mengingat hal tersebut kemungkinan akan menjadi faktor dalam prospek suku bunga AS.

"Dolar mengalami fluktuasi besar pada minggu lalu karena data perekonomian AS yang beragam memicu pertanyaan mengenai kapan bank sentral akan mulai memotong suku bunga tahun ini," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (13/5/2024). 

"Namun meski perekonomian AS nampak melambat dalam beberapa bulan terakhir, inflasi diperkirakan masih tetap stabil," sambungnya.

Inflasi indeks harga konsumen meningkat lebih dari perkiraan pada April, karena langkah-langkah stimulus yang terus-menerus dari Beijing membantu meningkatkan permintaan. Namun inflasi indeks harga produsen menyusut selama 19 bulan berturut-turut, karena aktivitas bisnis China masih lambat. 

Data inflasi menunjukkan bahwa Beijing masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi.

Para pedagang juga mewaspadai China setelah laporan pekan lalu mengatakan pemerintahan Biden sedang mempersiapkan lebih banyak tarif perdagangan terhadap negara tersebut, terutama pada sektor kendaraan listrik China. Langkah ini dapat memicu kembali perang dagang antara negara-negara dengan perekonomian terbesar di dunia.

Selain itu, Bank Sentral Eropa telah menjanjikan penurunan suku bunga pada 6 Juni, namun terdapat ketidakpastian mengenai berapa banyak penurunan suku bunga lebih lanjut yang akan disetujui oleh bank sentral pada tahun ini. 

"Pasar saat ini memperkirakan kenaikan suku bunga sebesar 70 basis poin untuk tahun ini," ujar Ibrahim.

Dari sentimen domestik, pemerintah masih terus mewaspadai adanya ancaman perekonomian global yang tidak menentu. Di antaranya, geopolitik Rusia dan Ukraina yang tak kunjung usai, konflik di Timur Tengah semakin memanas, yakni ketegangan Israel dan Palestina masih berjalan, ditambah adanya serangan Iran terhadap Israel. 

"Di samping itu, pertumbuhan ekonomi di Eropa masih rendah, dan sebentar lagi pemilu, paling dikhawatirkan adalah gerakan ekstrem kanan di Eropa bangkit. Hal ini dikhawatirkan bisa berimbas pada perekonomian dalam negeri," jelasnya.

Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh resilien. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2024 yang tumbuh sebesar 5,11%, lebih tinggi dari kuartal IV-2023 yang sebesar 5,04%, yang disokong oleh momentum Ramadan dan Lebaran 2024, juga adanya gelaran pemilu 2024, yang akhirnya meningkatkan konsumsi domestik.

Kuatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia ini tercermin dari PMI Manufaktur Indonesia pada April 2024 mencapai 52,9. Meningkatnya jumlah tenaga kerja baru, yang turut menurunkan angka pengangguran. 

Di Februari 2024, jumlah pengangguran dalam negeri saat ini mencapai 7,2 juta jiwa atau turun sekitar 800 ribu jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni sebesar 7,99 juta jiwa. 

"Berdasarkan data di atas, mata uang Rupiah untuk perdagangan selanjutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup melemah di rentang Rp15.060-Rp16.130 per USD," tandas Ibrahim.

(FAY)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement