IDXChannel - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) kedatangan enam emiten baru yang bakal melakukan pencatatan perdana (listing) sahamnya pada perdagangan hari ini, Selasa (8/11/2022).
Dari keenam emiten tersebut, salah satu diantaranya adalah PT Famon Awal Bros Sedaya Tbk (PRAY), yang merupakan perusahaan pengelola jaringan rumah sakit dengan merek Primaya Hospital.
Perusahaan ini merupakan salah satu entitas bisnis di bawah kendali PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG), yang notabene merupakan perusahaan investasi milik Menteri Pariwisata dan Perekonomian Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno.
Dalam listing kali ini, PRAY mencatatkan 13.959.422.300 saham biasa atas nama atau mewakili sebesar 100 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan setelah penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) dan konversi mandatory convertible bond (MCB).
Dari jumlah saham tersebut, sebanyak 12.960.200.000 saham diantaranya merupakan keseluruhan saham biasa atas nama pemegang saham sebelum IPO. Lalu sebanyak 302.222.300 atau 2,28 persen lagi merupakan saham baru, dan saham konversi MCB Archipelago sebanyak 697 juta saham biasa atas nama yang berasal dari portepel.
Prosesi listing ini sendiri merupakan puncak dari proses Penawaran Umum Perdana Saham (Initial Public Offering/IPO) perusahaan, di mana PRAY melepas 302.222.300 saham baru ke publik dengan harga perdana sebesar Rp900 per saham. Dari keseluruhan proses IPO, emiten ini bakal meraup dana segar sedikitnya sebesar Rp272 miliar.
Hadirnya PRAY praktis semakin menambah panjang daftar perusahaan pengelola rumah sakit yang telah mencatatkan dirinya sebagai perusahaan terbuka sekaligus emiten di BEI. Sebelum PRAY, sejumlah nama pengelola rumah sakit telah lebih dulu eksis di pasar modal nasional, seperti PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO), PT Mitra Keluarga Karya Sehat Tbk (MIKA), PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME), PT Kedoya Adyaraya Tbk (RSGK), dan juga PT Murni Sadar Tbk (MTMH).
Sayang secara keseluruhan emiten rumah sakit tersebut tengah mengalami penurunan kinerja, setidaknya hingga triwulan III-2022 lalu. Di sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini, rata-rata pendapatan dan laba bersih emiten rumah sakit mengalami koreksi yang cukup signifikan.
"Tapi kalau kita bicara potensi (bisnis), emiten rumah sakit masih menyimpan prospek yang cukup bagus, setidaknya sampai akhir tahun. Misalnya saja terkait tren kenaikan kasus COVID-19 di triwulan IV-2022 ini, yang tentu membutuhkan layanan kesehatan yang memadai dari rumah sakit," ujar Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheril Tanuwijaya.
Prospek kinerja tersebut, menurut Cheril, disandarkan pada keyakinan bahwa tingkat kesadaran masyarakat terhadap isu kesehatan dan kebutuhan layanan kesehatan yang semakin meningkat, pasca datangnya pandemi COVID-19 di sepanjang 2020 hingga 2021 lalu.
Meski, harus diakui, sentimen negatif berupa fluktuasi perekonomian global juga turut membayangi laju kinerja saham emiten rumah sakit ke depan. Pasalnya, sejauh ini masih banyak kebutuhan obat-obatan dan peralatan kesehatan yang bergantung pada pasokan dari luar negeri.
"Sehingga pelemahan nilai tukar rupiah juga perlu diperhatikan, karena relatif cukup berpengaruh (terhadap kinerja saham rumah sakit," tegas Cheril. (TSA)